Menangkan PNS Penggugat Gubernur
SK Mutasi Dianggap Cacat Hukum
SURABAYA – Hukmia Airlanggiwati menangis haru dan mengucap syukur saat majelis hakim memenangkan gugatan yang dilayangkannya. Majelis hakim yang diketuai Nenny Frantika mengabulkan gugatan Hukmia terhadap Gubernur Jatim Soekarwo. Dalam sidang putusan di PTUN Surabaya kemarin (2/5), majelis hakim menolak semua eksepsi gubernur selaku tergugat.
Gubernur juga diharuskan mengganti biaya perkara Rp 225 juta. ”Mengadili, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” ujar Nenny saat membacakan putusan.
Majelis hakim menilai, SK Gubernur 3 Oktober 2017 tentang mutasi Hukmia cacat hukum. SK yang cacat hukum tersebut berisi mutasi dari pejabat fungsional sebagai perencana madya bidang ekonomi bappeda menjadi kepala unit pelaksana teknis pengawasan dan pengujian mutu benih tanaman perkebunan di Dinas Perkebunan Jatim. Majelis pun membatalkan SK yang menjadi objek sengketa itu.
Alasannya, proses penerbitan SK tersebut melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Saat menerbitkannya, gubernur terbukti tidak memperhatikan keterbukaan informasi. Semestinya, pegawai negeri sipil (PNS) yang akan dimutasi diberi informasi yang tepat sebelum diterbitkannya SK. Dengan demikian, PNS bisa berpendapat tentang jabatan barunya. ”Mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan gubernur tersebut dan merehabilitasi nama baik penggugat sebagai PNS,” lanjut Nenny.
Eksepsi tergugat yang menyatakan membebaskan Hukmia dari jabatan fungsional agar tidak rangkap jabatan setelah dilantik sebagai pejabat struktural ditolak. Majelis hakim berpendapat bahwa mutasi itu lebih sebagai hukuman disiplin daripada promosi jabatan. Padahal sesuai fakta persidangan, PNS tersebut tidak terbukti melanggar disiplin kepegawaian.
Seusai sidang, Hukmia menilai gubernur mendapat masukan yang salah dari bawahannya terkait mutasi dirinya. Mutasi terhadap Hukmia juga dianggap tidak tepat. Kepala UPT semestinya cukup dijabat pejabat dengan golongan maksimal IV-a.
Sementara itu, Himawan Estu Bagijo, kuasa hukum gubernur, menghormati putusan majelis hakim. Meski begitu, dia tetap merasa keberatan dengan putusan tersebut. Dia berpendapat bahwa SK itu diterbitkan untuk menghindari rangkap jabatan dan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. ”Majelis selalu boleh memiliki kebebasan menilai dan memutus. Kami tetap punya hak banding sama juga jika penggugat yang kalah,” ujarnya.