Penyidik Dalami Peran Pejabat Kemenkeu
Diduga Sering Terima Suap Dana Perimbangan
JAKARTA – Dugaan suap Rp 500 juta untuk mengegolkan usul pembangunan melalui dana perimbangan keuangan daerah tidak lepas dari peran Yaya Purnomo, kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Ditjen Perimbangan Kemenkeu.
Karena itu, KPK mendalami keterlibatan pejabat yang diduga sering menerima hadiah dari daerah itu
Bahkan, uang yang disita dari apartemen Yaya di kawasan Bekasi lebih besar daripada uang suap yang diterima Amin Santono, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, dan Eka Kamaludin, perantara. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) Jumat lalu (4/5), KPK berhasil mengamankan uang Rp 1,4 miliar, logam mulia 1,9 kilogram, dan duit SGD 63 ribu serta USD 12.500 dari kediaman Yaya.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, sepak terjang Yaya sudah diamati cukup lama. Menurut dia, banyak pejabat maupun pengusaha di daerah yang diduga memberikan hadiah kepadanya. Uang suap diberikan karena Yaya membantu memperlancar berbagai usul proyek. Agus menyatakan, KPK bakal mendalami uang dan emas yang disita dari kediaman Yaya. ”Uang dan emas itu tidak hanya terkait dengan OTT yang telah dilakukan. Kami masih mendalaminya,” ucap alumnus ITS tersebut kemarin (6/5).
Adakah keterlibatan pejabat atasan Yaya di Kemenkeu? Agus menyatakan belum bisa menyampaikan siapa saja yang selama ini diduga bekerja sama dengan Yaya. ”Masih kami kembangkan,” lanjut dia. Agus optimistis semuanya terbuka dalam pemeriksaan nanti. Apalagi, kata dia, tersangka mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC).
Desakan agar KPK mengusut tuntas kasus itu pun bermunculan. Salah satunya datang dari Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Dia mengatakan, OTT yang turut menyeret pejabat Kemenkeu harus dikembangkan KPK. ”Kasus yang di Kemenkeu itu harus diperluas. Jangan ada pihak pejabat Kemenkeu yang cuci tangan,” tuturnya ketika diwawancarai Jawa Pos kemarin.
Uchok yakin betul Yaya tidak mungkin berani bermain sendiri. Untuk itu, dengan tegas dia menyampaikan bahwa atasan Yaya harus turut bertanggung jawab. ”Termasuk Sri Mulyani (menteri keuangan, Red). Jangan cuci tangan. Dia harus tanggung jawab terhadap kelakuan anak buahnya begini,” cetusnya.
Sebab, praktik korupsi merugikan banyak pihak. Apalagi, ada kaitan kasus tersebut dengan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). ”Makanya, KPK harus menelusuri ya. Nggak mungkin kepala seksi berani main sendirian kayak gitu,” tegasnya.
Menurut Uchok, setiap pejabat di lembaga maupun kementerian pasti memiliki tim. Baik itu atasan maupun bawahan. Mereka semua juga sudah punya bagian dan tugas masing-masing. KPK perlu menelusuri lebih jauh lantaran tidak tertutup kemungkinan ada pejabat lain yang terlibat.
Uchok juga menyatakan bahwa praktik korupsi yang berkaitan dengan DAU atau DAK bukan hal baru. ”Sepertinya harus kayak begitu (ada praktik korupsi, Red),” ucap dia.
Uchok menyampaikan keterangan tersebut lantaran juga sempat mendapat data yang menyatakan bahwa pemda tidak sebatas harus memenuhi syarat apabila menginginkan DAU atau DAK yang diajukan cair. OTT KPK tiga hari lalu, sambung dia, menegaskan kebenaran data tersebut. Yakni, pencairan DAU dan DAK tidak hanya harus memenuhi persyaratan formal. ”Harus ada lobi politik,” katanya.
Hal itu berbahaya lantaran daerah yang butuh dana malah harus mengeluarkan dana lebih dulu ketika ingin mendapat DAU atau DAK sesuaipermintaanmereka.”Jadi, duit dipancing dengan duit. Kalau nggak kayak gitu, mereka (pemda) nggak dapat,” tambah dia.
Lebih lanjut, Uchok pun menuturkan bahwa transparansi DAU maupun DAK juga mesti dibenahi. Selama ini, imbuh dia, alokasi DAU dan DAK memang terbuka. Tapi, itu tidak lantas menjamin transparansi. Malah, dia berani menyebutkan, tidak ada transparansi dalam urusan DAU atau DAK. Apalagi yang menyangkut lobi-lobi di belakang persyaratan formal. ”Ketika ada negosiasi, ada pembagian-pembagian itu,” kata Uchok. Karena itu, tambah dia, OTT KPK harus menjadi momentum.
Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo membenarkan bahwa Yaya adalah bawahannya. Kewenangan yang bersangkutan ialah menyiapkan rumusan konsep kebijakan, standardisasi, koordinasi, bimbingan teknis, serta pemantauan dan evaluasi mengenai pengembangan pendanaan kawasan perkotaan dan permukiman.
Untuk itu, Boediarso menekankan bahwa Yaya sama sekali tidak memiliki kewenangan terkait dengan penyiapan alokasi dana atau anggaran transfer untuk daerah. Dia juga tidak memiliki kuasa untuk melakukan penilaian atas usul anggaran dari daerah, termasuk untuk pendanaan perkotaan dan permukiman. ”Oleh karena itu, keterlibatan pegawai yang bersangkutan dalam kasus suap penganggaran sepenuhnya adalah tanggung jawab pribadinya sendiri,” tegasnya kepada koran ini kemarin.
Mengenai peran Yaya yang menjanjikan proyek perumahan dan permukiman pada APBN Perubahan 2018, Boediarso menyatakan bahwa saat ini direktoratnya sama sekali belum pernah melakukan perencanaan atau mengusulkan perubahan alokasi anggaran transfer ke daerah dalam RAPBNP 2018. ”Seandainya pun dilakukan RAPBNP 2018, mekanisme perencanaan, pembahasan, dan penetapannya akan melalui prosedur baku sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan,” terangnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo ikut angkat bicara soal kasus yang menimpa salah seorang anggotanya itu. Menurut dia, pimpinan DPR akan melakukan pembenahan internal. Salah satunya soal keterbukaan atau transparansi dalam pembahasan anggaran. ”Kami juga konsisten menegakkan kode etik,” ucapnya kemarin.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, menerangkan, OTT yang dilakukan KPK menjadi masukan penting bagi DPR untuk merancang rumusan baru kode etik anggota dewan. Menurut dia, perlu dibuat ketentuan baru yang membatasi interaksi anggota dewan dengan para pihak yang punya kepentingan terhadap proyek-proyek dalam APBN.
Jika sangat diperlukan, interaksi tersebut bisa dilakukan secara terbuka bersama komisi terkait. ”Keterbukaan menjadi keharusan agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak mana pun, termasuk institusi penegak hukum,” tutur politikus Partai Golkar itu. Pimpinan DPR berharap setiap anggota dewan menghindari atau mencegah pertemuan-pertemuan tertutup dengan para pihak yang terlibat langsung dalam proyek APBN.