Kolaborasi Sempurna Empat Seniman
Pemahat, Pelukis, Gitaris, dan Cellist
SURABAYA – Empat seniman ini berkolaborasi di event Jazz Heritage di Surabaya Convention Center (SCC) Pakuwon Mall pada Sabtu malam (5/5). Mereka menampilkan perspektif kesempurnaan sebuah karya. Meski tersusun atas ketidaksamaan, karya mereka harmonis.
Sempurna, begitu judul kolaborasi yang terdiri atas maestro pengukir gitar dari Bali I Wayan Tuges, pelukis senior Asri Nugroho, gitaris Mr D. Onefinger, dan pemain cello dari Jogjakarta Raden Roro Esther Kurnianingsih.
Wayan Tuges tampil dalam busana khas Pulau Dewata serbaputih, lengkap dengan udengnya. Pria yang karya pahatannya sudah go international tersebut memegang ”senjata” berupa palu kayu dan pisau pahat. Turut bergabung kemudian, Asri Nugroho yang malam itu bertugas menyapukan cat ke atas kanvas berukuran 240 x 120 sentimeter. Kuas berukuran besar sudah dipegangnya. Lengkungan tiga setengah lingkaran menjadi goresan pertama yang digambarnya dengan warna hitam di pojok kanan atas. ”Tanda ini adalah simbol om swastiastu, Tuhan. Bahwa Tuhan itu kesempurnaan dan sumber harmonisasi alam semesta,” terang Christy Widyawati, pembaca narasi dalam aksi kolaborasi seni tersebut.
Pulasan demi pulasan Asri serta titik-titik yang dipahat Wayan Tuges tak sembarangan. Keduanya bergerak dalam penghayatan dengan diiringi musik berirama jazz. Ritme gerakan kuas dan pisau pahat mereka mengikuti alunan merdu permainan gitar dan cello yang dibawakan Mr D. Onefinger yang memiliki nama asli Doddy Hernanto dan Esther.
Petikan bernada rendah membuat pahatan Wayan semakin dalam, sedangkan sapuan kuas Asri memendek, tetapi tebal. Titik-titik ditimbulkan dari tiap nada patah-patah yang diperdengarkan Mr D. Sementara itu, melodi yang menyayat dari gesekan cello Esther menghasilkan gerak kuas Asri yang memutar ke segala arah.
”Sempurna. Sempurna. Sempurna.Kadangkeindahanmembutakan dan tak selalu jadi yang terbaik. Namun, jika kekurangan bisa dipandang bak kelebihan, kesempurnaan sejati akan menunjukkan wujudnya,” begitu bunyi tuntunan narasi yang dibacakan Christy.
Bagi Wayan Tuges, kolaborasi malam itu menjadi sentuhan yang hanya bisa dikirim seniman-seniman bertekad kuat. ”Berkarya sembari tetap mengingat nilai-nilai kehidupan,” kata Wayan.