Data Selisih karena Sumber Berbeda
PAKAR ilmu komunikasi Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menuturkan, dari kata-kata yang terucap, memang tampak kecenderungan kedua paslon dalam mengangkat isu. Gus Ipul, misalnya, cenderung menjaga tren yang sudah ada. ’’Bisa dipahami karena dia terlibat selama 10 tahun,’’ terang Suko saat dimintai konfirmasi tadi malam.
Gus Ipul merasa saat ini Jatim sudah on the track. Tinggal menjaga beberapa hal seperti investasi dan mendorong pertanian dengan inovasi. Sebab, Jatim merupakan salah satu lumbung pertanian nasional.
Sementara itu, Khofifah cenderung menginginkan Jatim tidak hanya sekadar tumbuh. ’’Tapi, mendorong agar Jatim menjadi provinsi nomor satu di Indonesia,’’ lanjutnya.
Khofifah sudah mengakui pertumbuhan Jatim bagus. Namun, perlu effort lebih untuk bisa menjadi nomor satu di Indonesia.
Dari sisi cawagub, ada dua sisi yang berbeda. ’’Perhatian besar Puti bertumpu pada ekonomi kerakyatan, sedangkan Emil cenderung mengarah pada ekonomi yang berbasis investasi,’’ tutur dosen ilmu komunikasi FISIP Universitas Airlangga tersebut.
Karena itu, Emil lebih banyak berbicara mengenai energi maupun infrastruktur. Sedangkan Puti lebih concern pada UKM.
Sementara itu, salah satu panelis dalam debat kemarin, Nurul Bariza, punya pandangan sendiri soal sejumlah perbedaan data yang disajikan para kontestan pilgub. Dia menyebutkan, hal itu tak lepas dari problem akurasi data yang kerap terjadi antarinstitusi. ’’Di Indonesia, persoalan data antarlembaga sering terjadi,’’ katanya.
Dia mencontohkan data tentang pengangguran. Data yang dipakai Khofifah bersumber dari BPS. Sementara itu, data yang disajikan Gus Ipul berasal dari pemprov.
Dia menyebutkan, potensi perbedaan itu kerap terjadi. Sebab, cara perhitungan yang dibuat antarinstansi berbeda. ’’Yang jadi pertanyaan kami, kenapa kok selisihnya bisa sebesar itu?’’ ujarnya.