Jawa Pos

Barat-Timur dalam Mitos yang Kontras

-

Kelemahan novel ini terletak pada cerita yang monoton dan tokoh-tokoh yang dihadirkan Orhan Pamuk sangat tipikal sebagai alter ego Orhan Pamuk sendiri.

DALAM sebuah kesempatan pada Maret 2016, Orhan Pamuk pernah menuturkan bahwa dirinya ingin menulis novel pendek. Sebuah tradisi kepengaran­gan yang tidak akrab dengan dirinya. ”Saya perlu berlari melintasi samudra,” tuturnya untuk menggambar­kan sebuah upaya distingtif dari kebiasaan menulis novel-novel panjang, yang secara umum di atas 400 halaman.

Maka, lahirlah Kırmızı Saçlı Kadın atau yang diterjemah­kan ke dalam bahasa Inggris menjadi The RedHaired Woman. Yang mendapatka­n resepsi positif sekaligus ejekan tajam dari pembaca Turki.

Bisa dibilang Kırmızı Saçlı Kadın adalah novel yang paling tidak kuat di antara 10 novel yang sudah ditulis Pamuk. Saya tidak mempunyai keyakinan apa pun di balik alasan penerjemah­an novel ini ke dalam bahasa kita, selain karena nama besar Pamuk di publik sastra dunia.

Sebagai pembaca dan peneliti karyakarya­nya, saya sebenarnya melihat novel seperti Rumah Sunyi (1983), Museum Kepolosan (2013), atau Keanehan di Kepalaku (2014) lebih layak dihaturkan kepada masyarakat Indonesia.

Kelemahan novel ini terletak pada dua aspek. Pertama, cerita tampak monoton di seputar dunia dan aktivias Cem Celik dan Tuan Mahmut yang mendapat porsi terlalu banyak (bagian pertama). Di samping itu, peristiwa paling penting yang ingin Pamuk sampaikan dalam novel ini cenderung bisa terlacak sejak awal, yaitu tentang relasi anak-bapak yang berujung pembunuhan (bagian kedua).

Pamuk kurang berhasil memainkan potensi kepengaran­gannya sendiri. Seperti thriller, pencarian identitas, dan tensi kultural dengan latar tempat yang timbul tenggelam dan kerap mencekam. Kelemahan itu terjadi mungkin karena porsi cerita yang singkat. Atau, jangan-jangan Pamuk memang tidak mempunyai kecakapan menulis novel pendek (?).

Kedua, tokoh-tokoh yang dihadirkan Pamuk sangat tipikal sebagai alter ego Pamuk sendiri. Tentang kehidupan keluargany­a, yaitu tentang ayah dan ibunya. Tipikal ayah dan ibu yang digambarka­n Pamuk dalam novel ini bisa ditemukan dalam karya-karya Pamuk yang lain, misalnya Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya, Rumah Sunyi, dan Museum Kepolosan. Atau dalam karya nonfiksiny­a seperti Istanbul, Warna Lain, dan Fragmen Panorama.

Pengulanga­n berupa pengalaman, deskripsi, karakter, visi-filosofi, dan bahkan peristiwa-peristiwa di kehidupan keluarga (baca: keluarga Pamuk sendiri) dalam beberapa sisi cukup mengganggu. Khususnya bagi mereka yang membaca tekun karya-karya Pamuk.

Pengulanga­n dalam konteks peristiwa, misalnya, dapat dilihat dari kejadian kepergiaan ayah Cem; perselingk­uhan dan pertengkar­an dengan ibunya (halaman 2 dan 8); refleksi seorang Cem yang merasa tidak mempunyai ayah yang baik (kerap diulang di banyak halaman novel ini); ejekanejek­an ibu Cem atas keinginan dirinya menjadi penulis (halaman 8); dan ibunya yang mengingink­annya menjadi teknisi (halaman 157).

Di samping itu, pengulanga­n atas objek yang sarat alter ego, misalnya ”koper ayah” (halaman 145), bisa dibaca dalam Istanbul, Koper Ayahku (teks pidato Nobel), dan dua buku esai Orhan Pamuk. Memori tentang ”koper ayah” sangat dominan dalam teks-teks literer Pamuk yang menandakan pergulatan dunia personal dirinya sendiri.

Dua catatan tersebut, di lain sisi, bisa dilihat untuk memperkuat identitas kepengaran­gan Pamuk sekaligus dunia lokal di sekitarnya. Yaitu, diri yang menyatu dengan sejarah tempat (Istanbul).

Istanbul sebagai lokus pertemuan Barat-Timur sangat khas dalam novel The Red-Haired Woman. Eksplorasi Barat-Timur tetap menjadi merkez

(pusat) cerita dengan balutan mitosmitos yang kontras, dengan menghadirk­an tragedi Oedipus sang Raja

karya Sophocles (halaman 159) sebagai wakil Barat (mitologi Yunani) dan buku Shahnameh karya Ferdowsi (halaman 177–187) sebagai wakil Timur (mitologi Persia).

Kehadiran dua mitologi tersebut harus dilihat sebagai simbolisme dengan justifikas­i Pamuk bahwa Barat dan Timur adalah suatu yang kontradikt­if. Dalam Oedipus sang Raja,

Sophocles menceritak­an anak yang membunuh ayahnya, lalu mengawini ibunya sendiri. Sementara itu, dalam Shahnameh-nya Ferdowsi, terjadi tragedi pembunuhan yang dilakukan sang ayah yang bernama Rostam terhadap anaknya, Sohrab.

Novel ini penuh dengan alegori khas Pamuk, tentang Barat-Timur dan relasi anak-bapak. Ditulis dengan teknik konvension­al dan tidak memainkan gaya-gaya eksperimen­tal yang biasa dia lakukan. (*)

 ??  ?? JUDUL:
The Red-Haired Woman
PENGARANG: Orhan Pamuk
PENERBIT: Bentang Pustaka
CETAKAN I: Februari 2018
TEBAL: 341 halaman
JUDUL: The Red-Haired Woman PENGARANG: Orhan Pamuk PENERBIT: Bentang Pustaka CETAKAN I: Februari 2018 TEBAL: 341 halaman
 ??  ?? BERNANDO J. SUJIBTO Peneliti sosial kebudayaan Turki dan penghulu Orhan Pamuk
BERNANDO J. SUJIBTO Peneliti sosial kebudayaan Turki dan penghulu Orhan Pamuk

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia