Program Deradikalisasi Sudah Tidak Efektif
Revisi RUU Terorisme yang diharapkan bisa menjadi dasar dan pedoman yang lebih kuat tak kunjung selesai dibahas parlemen. Presiden pun diminta bertindak dengan mendeklarasikan situasi darurat. Berikut obrolan wartawan Jawa Pos TAUFIQURAHMAN dengan sekretaris umum Badan Kerja Sama Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia-Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PGI-GMKI) yang juga doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia kemarin (13/5). Apa sudah urgen bagi negara untuk mendeklarasikan situasi darurat terorisme?
Saya rasa iya. Keributan di Mako Brimob, menyusul pengeboman tiga gereja di Surabaya, itu terorisme jenis baru. Selain itu, menurut saya, program deradikalisasi sudah tidak efektif.
Adakah dasar hukumnya?
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1959 tentang Kondisi Darurat, memang hanya disebutkan tiga kondisi darurat. Yakni, darurat sipil, darurat militer, dan darurat perang. Belum ada yang mengarah langsung pada situasi darurat serangan teroris seperti saat ini. Tapi, kita bisa pakai tafsiran bahwa sedang ada aksi-aksi pelanggaran HAM berat. Ini bisa dikategorikan darurat sipil.
Bagaimana penerapannya?
Dengan dukungan masyarakat, presiden mendeklarasikan situasi darurat. Dalam situasi darurat, presiden dan perangkatnya bisa mengambil tindakan tanpa menunggu aturan lebih jauh. Seperti menunggu RUU Terorisme. Presiden bisa secara subjektif merumuskan aturan dengan menambahkan hal-hal yang meliputi kewenangan aparatnya dalam menindak pelaku teror. Misalnya, bikin perppu.
Siapa yang mengawasi?
Diawasi lembaga pengawasan internal negara atau parlemen, seperti DPR. Tapi, masyarakat internasional juga mengawasi.
Apa bedanya dengan penegakan hukum dalam kondisi normal?
Karena kondisi darurat, aparat bisa mengabaikan HAM dan beberapa hak pelaku terorisme dalam penegakan hukum. Misalnya, tersangka boleh ditahan 7 x 24 jam. Kalau dalam KUHP biasa, kan boleh ditahan tanpa bukti 1 x 24 jam saja. Bisa juga dilakukan tindakan preventif, meskipun para terduga belum melakukan aksinya.
Berapa lama pemberlakuan situasi darurat itu?
Jangan lama-lama. Diberi waktu, bisa tiga bulan atau enam bulan. Wilayah pemberlakuannya boleh secara nasional, boleh parsial. Misalnya, Jawa saja. Tergantung pertimbangan presiden.