Produksi-Ekspor CPO Berpotensi Naik
Pasok Industri Olahan Makanan
JAKARTA – Produksi dan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) diprediksi meningkat pada akhir kuartal pertama 2018. Faktor pendorongnya adalah permintaan yang tinggi menjelang Ramadan untuk memenuhi pasokan industri olahan makanan. Bukan hanya dari pasar domestik, melainkan juga ekspor.
Berdasar data Kementerian Perindustrian, pada triwulan pertama 2018, industri pengolahan nonmigas tumbuh 5,03 persen. Itu naik jika dibandingkan dengan periode yang sama 2017 sebesar 4,80 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan sebesar 14,98 persen. Diikuti industri makanan dan minuman yang menempati angka pertumbuhan hingga 12,70 persen.
Nah, momen Ramadan bakal menjadi pendorong permintaan di industri makanan yang berimbas pada peningkatan produksi minyak kelapa sawit. ”Dengan daya beli masyarakat yang terus berangsur membaik, industri jadi semakin optimistis untuk menggenjot produksinya,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Selain itu, pertumbuhan disebabkan beberapa faktor lain. Sebut saja meningkatnya purchasing manager index (PMI) dan kenaikan harga komoditas.
Sementara itu, menilik catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), sampai Februari lalu produksi masih menunjukkan penurunan 2 persen atau 3,4 juta ton jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang menyebut penurunan produksi tersebut cukup wajar.
Dengan produksi yang masih stabil dan ekspor yang belum meningkat, stok minyak sawit Indonesia tetap terjaga di kisaran 3,5 juta ton hingga akhir Februari 2018. ”Pada bulan mendatang, diperkirakan ekspor mulai meningkat, terutama ke negaranegara Timur Tengah dan Pakistan. Negara tersebut mulai menyiapkan stok untuk menyambut Ramadan,” ujar Togar.
Di pasar domestik, industri pengolahan, termasuk industri makanan, mencatatkan pertumbuhan 4,50 persen pada triwulan pertama 2018. Lebih tinggi daripada periode yang sama tahun sebelumnya (4,28 persen). ”Pertumbuhan tersebut didukung peningkatan produksi, baik di sektor skala besar maupun industri kecil dan menengah (IKM). Selain itu, adanya kenaikan ekspor untuk komoditas nonmigas,” kata Airlangga.
Di tengah tantangan global seperti pelemahan rupiah, pemerintah bertekad memacu pertumbuhan industri manufaktur dengan menarik investasi dan menggenjot ekspor.