Jawa Pos

Baru Selesai Misa Pertama, Duarrr

-

SETIAWAN, seorang keluarga korban dari bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB), tidak pernah menyangka bahwa kejadian tersebut bisa menimpa salah satu keluargany­a. Korban itu adalah adik kandungnya sendiri, Megasari. Saat ditemui di lantai 2, tepat di depan ruang operasi Rumah Sakit Siloam Surabaya, dia terlihat resah dan menanyai setiap perawat yang keluar dari pintu ruang operasi.

’’Belum sus?’’ begitu tanyanya setiap kali suster lewat. Setiawan sudah menunggu hampir dua jam. Sebelum ke RS Siloam, perempuan 65 tahun tersebut dilarikan ke RS Bedah lebih dulu. ’’Tapi, anaknya nggak mau. Minta dirujuk ke rumah sakit yang paling sedikit menerima korban bom tadi pagi,’’ ungkap Setiawan. Sebab, sang anak ingin ibunya bisa segera ditangani pihak rumah sakit.

’’Takutnya kalau di rumah sakit yang ramai korban kan harus antre lama,’’ tambah pria 75 tahun tersebut. Menurut kesaksiann­ya, luka yang dialami adiknya merupakan yang paling parah dibandingk­an pasien lain. ’’Tadi lukanya ada di siku, tulangnya sampai keluar. Kalau dua korban lainnya kayak terkena serpihan-serpihan,’’ paparnya. Bukan hanya itu, sekitar kaki Mega juga mengalami pendarahan yang sangat banyak sampai salah seorang suster menghampir­inya untuk mencari kantong darah.

ROBERTUS Tri Budi Widianto tampak tergopohgo­poh mendatangi Rumah Sakit Bedah Surabaya kemarin pagi (13/5). Pria berkaus biru dan bercelana jins itu langsung melihat keadaan korban bom bunuh diri di IGD. Tidak terlihat bahwa pria yang biasa disapa Udit tersebut adalah seorang romo.

Dia mendatangi rumah sakit itu bersama dengan pengurus gereja lainnya untuk memastikan kondisi para korban. ’’Saya buru-buru, Mas. Dari RSAL saya langsung ke sini,’’ ujarnya.

Di antara para pastor, mungkin Romo Udit yang paling sedih. Dia baru saja memimpin misa periode pertama pukul 05.30 hingga 06.45 di Gereja Santa Maria Tak Bercela. Misa kemarin merupakan hari ketiga dalam rangkaian doa sepuluh hari menjelang Pentakosta. Seluruh prosesi berjalan lancar.

’’Saya baru saja masuk pastoran (tempat tinggal para pastor) dan berganti baju. Tiba-tiba ada suara ledakan. Saya langsung keluar,’’ ungkapnya. Di sana, dia melihat pemandanga­n miris. Dia pun beranjak ke sejumlah rumah sakit tempat para korban dilarikan. Sejak pagi itu, dia belum kembali dan terus berkelilin­g ke rumah sakit untuk melihat korban dan keluargany­a.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia