Seminar pun Pindah Lokasi
KEMARIN (13/5) digelar seminar Yuk Ngobrolin Hoax yang diisi Olga Lydia, Anita Wahid, dan psikolog Ratih Ibrahim. Sejatinya, seminar itu dilangsungkan di Balai Paroki Gereja Katolik Santo Yakobus CitraLand. Namun, acara tersebut akhirnya dipindahkan ke Roca Club House Graha Famili. Hal itu dilakukan karena ada imbauan agar tidak diadakan aktivitas di gereja setelah terjadi aksi teror bom bunuh diri.
Pihak panitia mengabarkan pemindahan lokasi acara kepada peserta melalui pesan pribadi. Acara tersebut dihadiri 60 peserta atau sekitar 30 persen dari jumlah pendaftar yang merupakan jemaat Gereja Katolik Santo Yakobus. Sebab, sisanya memilih untuk pulang ke rumah.
Meski demikian, seminar tetap dilangsungkan. Para narasumber yang aktif di Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) itu berbicara tentang bijak menggunakan media sosial. Acara yang dihelat dalam rangka Hari Komunikasi Sedunia tersebut membuka mata khalayak agar lebih berhati-hati. ”Tahan jempol. Kalau dulu tahan mulut, sekarang tahan jempol, ya,” ucap Olga Lydia.
Model, pembawa acara, sekaligus aktris itu mengaku masih shock saat membuka seminar. ”Saya mood-nya lagi berantakan ini. Kaget, sedih, sekaligus trenyuh (karena kejadian teror bom bunuh diri, Red),” ucapnya mengawali pembicaraan. Wajah dan sorot mata Olga tak dapat menutupi kesedihannya.
Menurut perempuan 41 tahun tersebut, walau dianggap sepele, berita hoax bisa menimbulkan keresahan. Olga mencontohkan hoax tentang telur palsu atau beras palsu. ”Saya marah. Bagaimana kalau itu berdampak ke pedagang kecil. Telur merupakan salah satu sumber gizi bagi masyarakat menengah ke bawah,” tuturnya.
Pemaparan tentang kategori hoax disampaikan Anita Wahid. ”Hoax ada sejak lama. Bahkan, tidak sedikit yang meyakininya sebagai kebenaran sehingga menimbulkan persepsi yang salah. Padahal, informasi-informasi tersebut tidak didukung bukti ilmiah,” kata putri almarhum Gus Dur itu.
Hoax bisa berupa informasi keliru yang disebarkan dengan tujuan membuat informasi yang tidak valid.
Hoax juga bisa berbentuk fitnah, satire,
framing, atau strategi komunikasi media untuk menggiring persepsi publik terhadap suatu peristiwa. Selain itu, propaganda, hasut, dan opini.
Akibatnya, masyarakat merasa resah, tidak aman, panik, dan bingung. ”Lebih parahnya, akan berdampak pada pergeseran sosial, konflik perpecahan, hingga instabilitas negara,” lanjutnya. Karena itu, Anita mengimbau masyarakat agar dapat berkontribusi untuk menanggulangi penyebaran hoax. Caranya, mengenali sumber-sumber informasi valid dari media yang kredibel.