Social Jet Lag Rawan Ganggu Tubuh
MUENCHEN– Begadang dan baru memejamkan mata pada dini hari, lalu terbangun oleh dering alarm ketika tubuh belum sepenuhnya recharge.
Kurang tidur di hari kerja dan ”balas dendam” dengan tidur hingga siang saat weekend. Terasa familier? Pola keseharian Anda juga seperti itu?
Kondisi yang sudah dianggap ”normal” tersebut punya istilah baru, social jet lag.
Merujuk pada perbedaan jam tidur dan lamanya tidur saat weekdays dan weekend.
Semakin besar gapnya, semakin meningkat pula risiko gangguan kesehatan. Misalnya, meningkatnya risiko penyakit jantung dan gangguan metabolisme.
”Mereka yang bertipe ’burung hantu’, terutama yang sangat terlambat bangun, dekat dengan risiko kesehatan yang buruk jika dibandingkan dengan mereka yang cinta pagi,” papar Till Roenneberg, profesor kronobiologi di Institute of Medical Psychology di Ludwig-Maximillian University, Muenchen.
Sebab, ingin tidur dan bangun bukan hanya faktor kebiasaan, tapi juga terkait dengan jam tubuh kita. Tapi, banyak di antara kita yang amat bergantung pada pencahayaan artifisial ketika malam. ”Tidurlah sebelum tengah malam dan bangunlah lebih awal,” kata Malcolm von Schantz, profesor kronobiologi di University of Surrey, sebagaimana dikutip dari BBC. Di luar itu, Prof Russell Foster, kepala Laboratorium Nuffield of Ophthalmology dan Sleep and Circadian Neuroscience Institute, mengatakan, masuk akal bila tempat kerja memberikan keleluasaan jam kerja sesuai dengan jam tubuh.