Korut Tak Ingin seperti Libya
Pertimbangkan Batal Bertemu Donald Trump
SEOUL – Korea Utara (Korut) ngambek. Mereka membatalkan pertemuan tingkat tinggi dengan Korea Selatan (Korsel) yang seharusnya berlangsung kemarin (15/5). Pembatalan dilakukan hanya dua jam sebelum jadwal pertemuan. Pyongyang juga mengancam mundur dari pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni.
Pembatalan itu disebabkan Korsel tetap mengadakan latihan militer gabungan dengan AS. Latihan dengan kode nama Max Thunder tersebut bakal digelar Jumat (18/5).
Korut menyatakan bahwa itu merupakan provokasi. Selama ini Korut selalu beranggapan bahwa latihan gabungan Korsel-AS adalah persiapan untuk menginvasi negaranya.
Bukan hanya itu, biasanya dalam latihan tersebut AS akan mengeluarkan pesawat pengebom B-52 dan pesawat siluman F-22. Bagi Pyongyang, pesawat pengebom B-52 tersebut seakan mengingatkan luka lama akan perang Korea yang berlangsung pada 1950–1953.
Dengan menggunakan pesawat pengebom B-29s, AS menjatuhkan setidaknya 635 ribu ton bom ke Korut. Padahal, selama Perang Pasifik, AS ”hanya” menjatuhkan 503 ribu ton bom. Bisa dibayangkan kerusakan yang dialami Korut.
Korsel menyayangkan keputusan Korut. Meski begitu, mereka memilih menghormatinya. Mereka juga tidak akan membatalkan rencana latihan gabungan dengan AS pekan ini. ”Ini berlawanan dengan semangat dan tujuan deklarasi Panmunjom yang disepakati oleh Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in bulan lalu,” tegas Juru Bicara Kementerian Unifikasi Baek Tae-hyun seperti dilansir Reuters.
Korut sepertinya tak peduli. Keputusan sudah bulat. Mereka juga mengancam menarik diri dari pertemuan antara Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Singapura bulan depan.
Mereka tidak mau berpartisipasi jika Washington bersikukuh secara sepihak meminta Korut menghentikan sepenuhnya program nuklirnya.
Pernyataan tersebut dilontarkan
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Kim Kye-gwan. Dia merupakan salah seorang pejabat yang dihormati di Korut dan pernah melakukan negosiasi dengan AS sebelumnya. Komentarnya bisa dipastikan sudah mendapat restu dari Jong-un.
”Korut memiliki harapan besar. Sayang- nya, menjelang pertemuan, AS malah memprovokasi dengan pernyataan yang menggelikan,” tegas Kim Kye-gwan.
Yang dia maksud adalah pernyataan penasihat keamanan nasional AS John Bolton. Dia menyerukan agar Korut mengikuti jejak Libya dalam pelucutan program nuklirnya.
Komentar itu seperti sebuah peringatan bagi Korut. Hanya berselang beberapa tahun setelah Libya menyerahkan senjata nuklirnya, Muammar Kadhafi dibunuh oleh pemberontak yang disokong negara-negara Barat. Pemimpin Libya tersebut mati mengenaskan.
Korut pernah menyatakan, seandainya Libya mempertahankan senjata nuklirnya, Kadhafi pasti masih selamat.
”Dunia tahu bahwa negara kami bukanlah Libya atau Iraq yang mengalami nasib buruk,” tegasnya. Terlebih program nuklir Korut sudah maju, bukan dalam tahap awal pengembangan seperti Libya.
Kami tidak tertarik lagi dengan negosiasi yang hanya akan membuat kami terpojok.”
KIM KYE-GWAN WAKIL MENLU KORUT