Wenny Sudah Maafkan Penjahat Itu
Prosesi Tutup Peti Jenazah Evan dan Nathan Prosesi tutup peti Vincentius Evan dan Nathanael Ethan berlangsung haru. Sang bunda, Wenny Angelina, datang dan melihat dua buah hatinya itu untuk kali terakhir. Dia tak bisa lama karena beberapa jam kemudian har
WENNY datang sepuluh menit sebelum jadwal upacara tutup peti dimulai di persemayaman Adi Jasa kemarin pagi (16/5).
Dia turun dari ambulans yang datang langsung dari RS Bedah, Jalan Manyar, dengan didampingi perawat. Wajahnya tegar. Tatag. Tak menggambarkan rasa sakit meski tubuhnya terluka. M. SALSABYL ADN
Masih ada serpihan kaca di perutnya. Tangannya diperban. Slang infus pun masih menancap.
Sehari sebelumnya Wenny datang dengan kondisi lemas dan hanya bisa tidur di brankar yang didorong petugas rumah sakit. Kemarin dia sudah bisa duduk
Wenny menuju ke ruang belakang, tempat jenazah dua putranya yang menjadi korban bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) pada Minggu (13/5) lalu itu berada.
Dia memilih barang-barang kesayangan putranya untuk dimasukkan dalam peti. Tangisnya pecah melihat Evan dan Nathan sebelum jenazah mereka diangkat ke peti. Tangisan Wenny membuat suasana semakin haru. Para pelayat dan keluarga tidak sanggup menahan air mata.
Semua pastor SMTB yang berdiri di samping peti langsung mengenakan atribut lengkap. Pastor Kepala Paroki SMTB Romo Kurdo Irianto mengangkat mik dan memulai perjamuan kudus. Lantas, suara peziarah pun bersatu menjadi doa bagi dua bocah yang terbujur kaku di peti masing-masing.
’’Tuhan, kasihani kami. Tuhan, kasihani kami.’’ Begitu lantunan para jemaat yang ikut berdoa di rumah duka dengan khusyuk. Lagu dan pujian itu terus mengalun selama setengah jam sampai akhirnya mencapai puncak. Imam jemaat mulai mempersembahkan roti dan anggur. Peziarah pun langsung melakukan komuni, ritual mengulang kembali perjamuan terakhir.
Kemarin Wenny menguatkan dirinya untuk berdiri dengan dibantu beberapa keluarga. Dia berdiri di antara peti Nathan dan Evan. Didampingi Erry, mereka kemudian melihat jenazah putranya bergantian. Mengusap kepala mereka dan menyentuhnya sebelum akhirnya peti ditutup. Murtiyoso Hudoyo, nenek Evan dan Nathan, masih tak kuasa menahan kesedihan. Setiap melihat jenazah cucunya itu, dia menangis.
Kondisi Wenny semakin stabil. ’’Puji Tuhan, Wenny sudah memaafkan penjahat itu. Dia memilih menjadi Santa Maria. Seorang ibu yang kehilangan anaknya, namun hidup dengan tegar,’’ ujar Ratna Handayani, tantenya.
Hal tersebut disyukuri Romanus Sukamto. Pembimbing agama Wenny saat dia masih menetap di Malang itu bersyukur karena Wenny bisa menemukan kedamaian di tengah musibah. Menurut dia, dibutuhkan keberanian yang besar untuk bisa memaafkan pelaku bom bunuh diri dan melanjutkan hidup.
Romanus menjadi salah seorang romo yang duduk di kursi tamu untuk mengikuti upacara ekaristi. Datang mengenakan jubah, dia tak berkeberatan berjejal dengan peziarah. ’’Sebenarnya, jemaat dari Kongregasi Murid-Murid Tuhan di Malang datang pakai bus. Tapi, mereka menunggu di luar karena di sini penuh. Setelah ini mungkin mereka baru menengok petinya,’’ jelasnya.
Teman-teman Evan pun hadir dalam acara tersebut. Mereka berkumpul bersama orang tua dan guru untuk menyapa kali terakhir teman sekelas mereka di SDK Petra 1 itu. Tak ada yang menyangka murid teladan di kelas mereka kini telah tiada. Bahkan, mereka belum sepenuhnya percaya bahwa Evan tak bisa lagi bermain zombi bersama mereka. ’’Orangnya sabar. Terus pintar matematika,’’ ungkap Jefferson Randy, siswa kelas VI A.
Aimee Febriani Susetyo, teman lainnya, juga mengingat Evan sebagai sosok yang pendiam, namun mudah bergaul. ’’Evan, kamu pasti masuk surga. Semoga kamu bahagia di sana,’’ katanya. Pemakaman Evan dan Nathan akan dilakukan Minggu (20/5) di Sukorejo.
Meski Batal Menikah,
Tetap Jadi Keluarga DI ruangan lain rumah duka Yayasan Adi Jasa, isak tangis juga mengiringi pelepasan jenazah Martha Djumani. Perempuan 53 tahun yang turut menjadi korban ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Arjuno itu dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih kemarin pagi (16/5).
Sejumlah keluarga dan kerabat memenuhi bilik nomor 21. Rusni, ibu kandung Martha, berada di dekat peti jenazah. Perempuan 83 tahun itu tidak berhenti meneteskan air mata.
Keluarga dan kerabat benarbenar merasa kehilangan sosok Martha yang dikenal penyabar. Termasuk Estevanus Masae, tunangan Martha. Pernikahan keduanya batal akibat tragedi bom bunuh diri yang dilakukan Dita Oepriarto.
Peribadatan dimulai pukul 08.00. Tidak ada upacara penutupan peti. Sebab, peti jenazah tertutup sejak dari RSUD dr Soetomo. Pukul 09.00, jenazah dilepas untuk dikebumikan.
Estevanus mengatakan, meski pernikahannya batal, hubungan dengan keluarga Martha tetap terjalin. ’’Kita sudah jadi satu keluarga,’’ ujar lelaki asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu.
Pria 50 tahun itu berharap peristiwa serupa tidak terjadi. Pemerintah harus memberikan atensi lebih. Sebab, banyak nyawa yang melayang akibat tragedi tersebut. ’’Seharusnya bisa diantisipasi,’’ ucapnya.
Meski rasa kehilangan begitu mendalam, Estevanus ikhlas. Perempuan yang dia kasihi sudah berada di tempat terbaik. ’’Dia sudah berada di surga bersama bapa,’’ kata salah seorang pendeta GPPS itu.