Sepakat Hapus Sanksi Pidana
Sikap Fraksi terhadap Terdakwa Pendidikan
SIDOARJO – Revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan terus berjalan. Mayoritas fraksi di DPRD Sidoarjo sepakat menghapus sanksi pidana dalam perda tersebut. Dalam rapat paripurna kemarin (16/5), hanya Fraksi Golkar Bintang Persatuan yang tetap menghendaki adanya sanksi.
Menurut Hadi Subiyanto, ketua Fraksi Golkar Bintang Persatuan, sanksi tetap harus dimasukkan. Tujuannya, semua pemangku pendidikan benar-benar menjalankan aturan sebagaimana yang tertuang dalam perda. ’’Kalau ada aturan yang dilanggar, tentu harus disanksi,’’ katanya.
Ketentuan sanksi pidana dalam perda itulah yang membuat banyak lembaga pendidikan swasta gusar. Mereka pun meminta Perda 7/2017 direvisi. Pangkal kekhawatiran tersebut ada pada pasal 44 dan 53. Nah, perda tersebut juga menegaskan tentang sanksi (lihat grafis).
Karena memicu polemik, DPRD dan pemkab sepakat merevisi perda tersebut. Padahal, regulasi itu baru disahkan akhir 2017. Jika Fraksi Golkar Bintang Persatuan menolak, fraksi lainnya sepakat menghapus pasal ancaman hukuman penjara tersebut. ’’Sanksi pidana diganti sanksi administrasi,’’ tegas Maksum Zubair, juru bicara Fraksi PKB DPRD Sidoarjo.
Pernyataan senada disampaikan Ketua Fraksi PAN Bangun Winarso. ’’Kalau ada larangan, memang harus ada sanksi. Tapi, sanksinya administrasi seperti penurunan jabatan atau pemecatan,’’ ungkapnya.
Suara empat fraksi lainnya di DPRD Sidoarjo juga setali tiga uang. Yakni, PDIP, Gerindra, PKS Nasdem, dan Demokrat. Meski sepakat menghilangkan sanksi pidana, mereka tetap menginginkan pasal larangan dalam perda tetap ada. Artinya, pasal 44 dan 53 tetap diberlakukan. Namun, ternyata ada sedikit perbedaan pandangan dalam penerapan perda tersebut. ’’Menurut kami, perda itu diberlakukan untuk sekolah negeri,’’ tambah Maksum.
Menurut Khusman dari Fraksi PKS Nasdem, penyelenggaraan pendidikan di sekolah swasta dan negeri perlu aturan tersendiri. Kenapa? Sebab, lembaga swasta butuh biaya operasional. Baik untuk pembangunan maupun gaji guru. Nah, bagi sekolah swasta, biaya-biaya itu tentu hanya bisa ditutup melalui sumbangan dari siswa atau wali murid. Beda dengan sekolah negeri yang mendapat dana dari APBD.