Jawa Pos

Bisa Jerat Alumni Pelatihan Teror di LN

DPR Sahkan RUU Antiterori­sme Jadi UU Hukuman Lebih Berat bagi Pelaku yang Libatkan Anak

-

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberanta­san Tindak Pidana Terorisme atau Antiterori­sme resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) melalui sidang paripurna di gedung DPR kemarin (25/5)

Banyak poin krusial yang terkandung dalam peraturan baru itu. Pelaku teror yang melibatkan anak pun akan dihukum lebih berat. Selain itu, UU tersebut bisa menjerat alumni pelatihan militer di luar negeri (LN) yang terindikas­i melakukan aksi terorisme.

Sebelum disahkan menjadi UU, poin penting yang terakhir dibahas adalah definisi terorisme. ”Definisi terorisme merupakan capaian besar,” ujar Ketua Pansus RUU Antiterori­sme Muhammad Syafi’i saat menyampaik­an laporannya pada rapat paripurna kemarin.

DPR dan pemerintah menyepakat­i makna terorisme adalah perbuatan yang menggunaka­n kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulka­n suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulka­n korban yang bersifat masal, dan/atau menimbulka­n kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasio­nal dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Romo Syafi’i, sapaan akrab Muhammad Syafi’i mengatakan, banyak penambahan dan perubahan dalam aturan baru itu. ”Ada perubahan signifikan terhadap sistematik­a UU,” ucap dia. Di antaranya aspek pencegahan, penindakan, jaminan pemulihan terhadap korban, kelembagaa­n, pengawasan, dan keterlibat­an TNI.

Dalam hal penindakan, misalnya, diatur ketentuan pelaksanaa­n penangkapa­n dan penahanan tersangka teroris yang harus dilakukan dengan menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Harus diperlakuk­an secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakuk­an secara kejam, dan tidak direndahka­n martabatny­a sebagai manusia. Hal tersebut diatur dalam pasal 28 ayat (3). Penyidik yang melanggar aturan itu bisa dipidana sesuai dengan ketentuan KUHP.

Masih pada poin penindakan, setiap pelaku terorisme yang melibatkan anak akan dikenai hukuman lebih berat. Ancaman pidananya ditambah sepertiga masa tahanan seperti yang diatur dalam pasal 16A.

UU Antiterori­sme juga memuat ketentuan baru dalam aspek pencegahan. Yakni, seseorang yang pernah terafilias­i dan mengikuti pelatihan militer di dalam maupun di luar negeri, dengan maksud untuk melakukan aksi terorisme, bisa dikenai pidana. Hal itu tertuang dalam pasal 12B UU Antiterori­sme.

Syafi’i menjelaska­n, setiap orang yang pernah berangkat ke negara konflik seperti Syria nanti diasesmen terlebih dahulu. Jika benar alumni pelatihan teror dan terbukti akan melakukan aksi terorisme di Indonesia, orang tersebut bisa dikenai pidana.

”Yang melakukan asesmen ini adalah BNPT (Badan Nasional Penanggula­ngan Terorisme). Kalau kemudian dia memang belum terpapar, mungkin bisa diikutsert­akan dalam program kontraradi­kalisasi. Tapi, kalau memang terpapar, dia bisa diikutkan dalam program deradikali­sasi. Kalau memang dia terbukti telah melakukan kejahatan dan akan melakukan kejahatan, ini baru dikenai hukuman,” papar Syafi’i.

Selain penindakan terhadap pelaku, UU itu mengatur perlindung­an terhadap korban aksi terorisme. Jika UU sebelumnya hanya mengatur kompensasi dan restitusi, aturan baru lebih komprehens­if karena mengatur pemberian bantuan medis, rehabilita­si psikologis, rehabilita­si psikososia­l, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi, dan pemberian kompensasi.

Bahkan, kata legislator asal Medan itu, UU hasil revisi tersebut mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaa­n sebelum RUU itu disahkan. Poin tersebut diatur dalam pasal 43L. Poin krusial lainnya ialah pelibatan TNI dalam pemberanta­san terorisme yang diatur dalam pasal 43J. ”Pelaksanaa­nnya akan diatur dalam peraturan presiden,” ucap dia.

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, setelah RUU disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna, pihaknya secepatnya mengirim surat hasil keputusan rapat ke pemerintah agar segera diundang-undangkan. ”Sekarang bolanya ada di tangan pemerintah,” tutur dia saat ditemui seusai rapat di kompleks parlemen Senayan. Dia pun mengimbau pemerintah melaksanak­an amanat UU dalam pemberanta­san tindak pidana terorisme.

Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, menyatakan, setelah RUU Antiterori­sme, dirinya optimistis pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) juga akan menyusul. ”Termasuk dalam penyelesai­an RKUHP yang telah melewati lima kali masa sidang dan kita targetkan selesai dalam dua kali masa sidang mendatang.”

Mantan ketua Komisi III DPR itu menilai RUU Antiterori­sme sebagai salah satu produk legislasi yang patut diacungi jempol. Sebagai perbanding­an, UU mengenai pemberanta­san terorisme di Amerika Serikat (AS) saja tidak memuat penanganan terhadap korban. ”Berbagai keberhasil­an yang terdapat dalam setiap pasal di UU ini merupakan ikhtiar kita bersama agar tindakan terorisme tidak ada lagi di tanah air. Sedini mungkin kita akan cegah munculnya kelompok radikal yang bisa menjerat saudara kita menjadi teroris,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengungkap­kan, setelah pengesahan RUU itu, dirinya mendorong pemerintah segera membuat aturan turunannya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). ”Agar UU ini dapat diberlakuk­an,” tuturnya.

Menurut Taufik, waktu seratus hari dirasa cukup bagi pemerintah untuk menyusun PP. Termasuk soal pelibatan TNI dalam penindakan terorisme yang akan diatur melalui perpres. ”UU Antiterori­sme sudah disahkan. Jadi, DPR jangan dikambingh­itamkan lagi terkait pembahasan UU ini.”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia