Amman Kecam Serangan Bom di Surabaya
AMMAN ABDURRAHMAN membantah dakwaan jaksa bahwa dirinya dalang serangkaian aksi terorisme di Indonesia. Pemimpin ideologis Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu pun mengutuk aksi bom bunuh diri di Surabaya pada 13-14 Mei lalu.
Pria yang dituntut hukuman mati tersebut juga mengutuk aksi bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda. Peristiwa yang terjadi pada 13 November 2016 itu menewaskan seorang balita
Hal tersebut disampaikan Amman dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Agenda sidang itu adalah pembacaan pleidoi.
Amman menuturkan, aksi di Surabaya yang menggunakan anak-anak untuk melakukan serangan bom tidak mungkin muncul dari orang yang memiliki akal sehat. ”Perbuatan itu keluar dari manhaj-nya (jalan yang benar dan terang, Red),” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, serangan bom bunuh diri di tiga gereja pada Minggu (13/5) dilakukan oleh Dita Oepriarto bersama istri dan empat anaknya. Lalu, serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya sehari berikutnya dilakukan oleh Tri Murtiono bersama istri dan tiga anaknya.
Bahkan, pria yang berusia 46 tahun itu menyebut aksi bom bunuh diri di Surabaya sebagai perbuatan orang yang sakit jiwa dan putus asa dalam berjihad. ”Bom di Surabaya itu tidak akan muncul dari orang yang memahami ajaran Islam,” terangnya dalam sidang.
Adapun serangan bom molotov di Samarinda yang menewaskan seorang balita disebut Amman tidak seharusnya dilakukan. Sebab, yang diserang tidak memerangi umat Islam. Mereka tidak boleh diganggu baik jiwa maupun hartanya. Apalagi, aksi tersebut menyerang anak-anak. Dalam Islam, perbuatan itu haram. Islam juga mengharamkan menyerang dengan api. ”Hanya orang bodoh yang melakukan hal semacam itu,” paparnya.
Dia mengatakan sama sekali tidak tahu soal serangan di Bima, Medan, dan Jalan M.H. Thamrin. Sebagian besar serangan tersebut baru dia ketahui saat sidang itu. ”Untuk yang aksi Thamrin, saya mengetahuinya dari sebuah situs berita,” ungkapnya.
Sejak 2016, lanjut Amman, diri- nya dibawa dan dimasukkan ke sel isolasi oleh Densus 88 Antiteror. Dengan begitu, Amman mengaku tidak bisa mendapatkan akses informasi dari luar Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.
”Kunjungan dari keluarga begitu sulit, apalagi tamu. Saya hanya bisa bertemu sipir,” tuturnya.
Bila ada orang di internet yang kemudian mengeklik foto dirinya atau memiliki buku buatannya, tidak berarti Amman terlibat dengan apa yang diperbuat orang tersebut. ”Apakah tidak aneh, saya dihubungkan hanya karena pelaku memiliki buku saya dan ada yang mengeklik foto saya?” ucap dia.
Lagi pula, lanjut Amman, buku buatannya membahas tauhid. Bukan buku yang membahas jihad. ”Tulisan saya itu tentang sirik demokrasi,” jelasnya. Namun, Amman mengakui bahwa dirinya menganjurkan murid-muridnya pergi ke Syria untuk melakukan jihad. Ada seribu muridnya yang telah dikirim ke negara yang sedang berkonflik tersebut. ”Saya memang anjurkan mereka hijrah,” paparnya.
Setelah Amman membacakan pleidoinya, Ketua Majelis Hakim Ahmad Zaini meminta jaksa untuk merespon pembelaan Amman tersebut. Jaksa meminta waktu untuk memberikan jawaban. Hakim memutuskan sidang dilajutkan 30 Mei mendatang.
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar menuturkan, tentu pernyataan Amman itu akan memiliki pengaruh terhadap anggota JAD dan simpatisannya. Setidaknya, mereka tidak akan melancarkan aksi dengan caracara yang sama. ”Cara yang disebut tak sesuai dengan Islam,” ujarnya.
Namun, belum tentu pernyataan itu akan membuat anggota JAD dan simpatisannya berhenti melakukan aksi teror. Sebab, yang diungkapkan Amman tidak memastikan soal aksi teror. ”Dia hanya tidak mengakui keterlibatannya,” jelasnya.