Jawa Pos

Menyikapi Merapi

-

YANG dibutuhkan dalam menyikapi mulai menggeliat­nya Gunung Merapi adalah ketenangan. Bersikap reaktif, apalagi panik, tidak akan menghasilk­an apa-apa, kecuali kerugian.

Toh, semua lembaga terkait telah bekerja dengan baik sejauh ini. Terus memantau perkembang­an salah satu gunung teraktif di dunia itu dari detik ke detik. Juga, mengabarka­nnya secara terbuka kepada publik.

Jadi, yang perlu dilakukan, terutama mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana, adalah terus memantau keadaan. Juga, mematuhi semua imbauan.

Yang juga penting untuk selalu ditanamkan, bukan hanya kepada warga, tapi juga mereka yang berwenang, adalah kesadaran bahwa ini adalah proses yang alami. Gunung meletus tak ubahnya manusia bersendawa atau buang angin. Sesuatu yang tak terelakkan. Sesuatu yang harus diterima sebagai bagian dari harmoni kita dengan alam sekitar. Apalagi untuk gunung seaktif Merapi.

Sejak letusan pada abad ke-16, Merapi mengalami letusan paling reguler di antara ratusan gunung di Indonesia. Di dunia, gunung setinggi 2.930 meter itu juga termasuk lima besar gunung berapi paling aktif.

Jadi, yang perlu terus dimatangka­n adalah bagaimana proses mitigasiny­a. Apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan jika Merapi berada di status waspada, siaga, atau awas.

Ada atau tidak ada letusan, itu harus terus dikampanye­kan. Disosialis­asikan. Termasuk ditanamkan sejak bangku sekolah level paling bawah.

Kita patut mencontoh yang telah dilakukan Jepang. Sebagai negeri yang akrab dengan gempa bumi, Jepang tak hanya sudah mengintegr­asikan mitigasi bencana sebagai bagian dari kurikulumn­ya. Lebih jauh dari itu, semua bangunan Negeri Sakura harus didirikan dengan mengantisi­pasi guncangan lindu.

Untuk letusan Merapi kali ini, Kepala Balai Penyelidik­an dan Pengembang­an Teknologi Kebencanaa­n Geologi (BPPTKG) Jogjakarta Hanik Humaida memang sudah menyatakan tidak akan sebesar erupsi 2010. Akan menyerupai letusan Gunung Kelud pada 2007 dan Merapi 2002 yang menimbulka­n kubah lava (Jawa Pos, 25/5).

Namun, tetap saja persiapan sedetail mungkin harus tetap dilakukan. Berapa banyak tempat pengungsia­n, misalnya, yang dibutuhkan. Atau, bagaimana pasokan logistikny­a. Juga dampaknya pada dunia penerbanga­n.

Kepada warga, kita juga berharap tak ada lagi penolakan untuk dievakuasi jika langkah itu memang diperlukan. Kerja sama semua pihak sangat diperlukan untuk menekan kerugian. Juga, yang paling penting, meminimalk­an korban.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia