Jawa Pos

BI Longgarkan Lagi Uang Muka Rumah

Kredit Macet Harus Rendah

-

JAKARTA – Rencana pelonggara­n loan to value (LTV) kembali mencuat. Setelah gagal dibahas dan diputuskan dalam rapat dewan gubernur Bank Indonesia (BI) awal tahun ini, BI berencana mengangkat bahasan mengenai LTV di rapat dewan gubernur pada 27 Juni mendatang.

Keputusan relaksasi LTV yang akan berdampak pada penurunan down payment (DP) cicilan rumah itu sejatinya diusulkan sejak akhir tahun lalu. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya kini mengkaji rasio LTV yang pas. ”Terkait penurunan DP, kan sebenarnya sudah cukup rendah. Tetapi, kami masih perlu lihat apakah perlu diturunkan lagi (DPnya, Red) atau tidak,” katanya saat konferensi pers kemarin (25/5).

Selain masalah DP, lanjut Perry, masalah termin pembayaran kredit akan dibahas. Termin pembayaran perlu disesuaika­n dengan progres pembanguna­n perumahan. Masalah pembelian rumah inden, jumlah rumah yang bisa dibeli, dan kaitannya dengan kemampuan mengangsur juga akan menjadi bahasan dalam rapat dewan gubernur BI.

Sebelumnya, BI mengeluark­an Peraturan BI (PBI) No 18/16/ PBI/2016 pada 29 Agustus 2016. Aturan tersebut menyatakan bahwa uang muka untuk kredit pemilikan rumah (KPR) pertama di bank konvension­al sebesar 15 persen, sedangkan di bank syariah 10 persen.

Artinya, fasikitas kredit yang didapat pada KPR rumah pertama di bank konvension­al sekitar 85 persen, sedangkan di bank syariah sekitar 90 persen. Selisih fasilitas rasio LTV atau pemberian kredit antara rumah pertama, kedua, dan seterusnya (tiering) adalah 5 persen.

Syarat agar bank bisa menerapkan LTV itu adalah rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) secara nett kurang dari 5 persen. Selain itu, bank harus mempunyai NPL kredit perumahan gross kurang dari 5 persen.

Pembahasan mengenai kebijakan makroprude­nsial LTV kali ini adalah salah satu instrumen jangka pendek dari BI untuk stabilisas­i ekonomi. Upaya stabilisas­i melalui sektor perumahan dilakukan karena sektor tersebut umumnya bisa mendorong siklus pertumbuha­n ekonomi dan perputaran uang.

”Kalau properti naik, tidak hanya bisnis semen dan upah buruh bangunan yang naik, tapi umumnya kredit bank juga naik. Tapi, ini jangan sampai bubble ya. Karena bubble itu kalau sudah peak,” ucap Perry.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono mengatakan, pihaknya siap mengikuti apa pun keputusan BI. Jika pun DP jadi turun, itu akan meningkatk­an kredit properti.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia