Keliling Puskesmas demi Alprazolam
Ada Komunitas Pengoplos Obat Legal
SURABAYA – Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya menemukan komunitas pengoplos obat legal. Mereka mencampur obat penenang alprazolam dengan obat lainnya. Tujuannya, mendapatkan efek yang sama dengan pil koplo.
Kepala BNNK Surabaya AKBP Suparti menyatakan, awalnya temuan itu dilaporkan sebuah puskesmas di Sidoarjo. Mereka melaporkan Nuzul Akbar lantaran sering meminta alprazolam untuk menyembuhkan keluhannya. ’’Ternyata dia muter ke berbagai puskesmas buat dapet alprazolam,’’ ujarnya.
Selama setahun terakhir, dia berkeliling ke puluhan puskesmas di Sidoarjo dan Surabaya untuk mendapatkan obat jenis penenang tersebut. Akbar mengeluh kepada para dokter sering mengalami nyeri di kakinya. Selain itu, dia mengaku kerap merasa cemas dan gelisah.
’’Para petugas akhirnya curiga karena dia rutin minta obat tersebut. Apalagi, wajahnya layu,’’ ucap Suparti. Petugas BNNK lantas menjemput dan memeriksanya.
Berdasar hasil pemeriksaan, setiap ke puskesmas, dia langsung meminta obat itu untuk jangka konsumsi sebulan. Isinya 90 butir. Obat tersebut dikonsumsi setiap hari, dua sampai tiga kali. Dari keterangan Akbar, alprazolam itu dikonsumsi sejak setahun terakhir sebagai ganti ketika dirinya sulit mendapatkan tramadol, obat yang juga mengandung zat adiktif.
Menurut Suparti, Akbar kecanduan tramadol sejak empat tahun lalu ketika masih kelas dua SMA. Dulu dia dengan mudah mendapatkan obat tersebut di apotek. Kini, setelah peredarannya dibatasi, dia mendapatkan obat itu melalui pasar gelap online. Nah, apabila tidak berhasil mendapatkannya, dia beralih ke alprazolam yang mudah didapatkannya di puskesmas.
Selain itu, saat menggeledah tas remaja putus kuliah tersebut petugas BNN menemukan alat isap sabu-sabu. Kepada petugas, dia mengaku sesekali mengonsumsi narkotika sabu-sabu sejak empat bulan lalu. Dari hasil tes urine, dia positif mengonsumsi narkoba.
Sementara itu, Akbar mengaku mengonsumsi alprazolam yang termasuk narkoba tersebut karena ketergantungan. Apabila tidak mengonsumsinya, dia merasa merasa cemas, gelisah, dan selalu uring-uringan. Bukan itu saja, badannya juga terasa pegal-pegal.
’’Saya pernah coba berhenti sebulan, tapi tidak bisa karena psikisnya itu yang saya tidak kuat,’’ katanya.
Akbar mengaku kali pertama mengonsumsialprazolam setelah kakinya patah usai jatuh dari motor. Dokter saat itu memberikan resep alprazolamkepadanya untuk dikonsumsi selama dua pekan. Namun, dia seakan kecanduan dan mengonsumsinya terus. Sebab, selain rasa nyeri hilang, dia merasakan kenikmatan saat mengonsumsinya. Sampai pada akhirnya, dia dalam tahap kecanduan. ’’Rasanya enak saja, jadi ingin terus pakai,’’ ujarnya.
Kasi Berantas BNNK Surabaya Kompol Damar Bastian menyatakan, di Kota Pahlawan banyak komunitas yang punya perilaku seperti Akbar. Parahnya, mereka mengoplos
alprazolam dengan obat legal yang lain agar mendapatkan efek yang sama seperti pil koplo atau narkoba lainnya. ’’Dugaan saya, banyak sekali komunitas seperti itu,’’ terangnya.
Berdasar informasi yang dia terima, satu komunitas minimal beranggota tiga orang. Masing-masing punya kecenderungan pada narkoba tertentu. Dari hasil kesepakatan, mereka membagi tugas untuk membeli obat-obatan. Misalnya, ada yang bertugas membeli
alprazolam, obat batuk, dan obat sakit kepala. Lalu dicampur dan dikonsumsi bersama.