Butuh Pengawas untuk Cegah Pelanggaran HAM
UU Antiterorisme yang baru memberikan kewenangan kepada aparat untuk lebih lama melakukan penahanan terduga teroris. Ketentuan itu rawan menimbulkan pelanggaran HAM. Berikut wawancara wartawan Jawa Pos ILHAM WANCOKO dengan direktur eksekutif Setara Institute soal usul pembentukan komisi pengawasan independen untuk mengerem kemungkinan pelanggaran HAM. UU Antiterorisme memberikan wewenang yang besar kepada penegak hukum. Apakah potensi pelanggaran HAM juga lebih tinggi?
Apa pun itu, UU ini secara de jure telah berlaku. Setiap regulasi yang memberikan kewenangan lebih besar, potensi pelanggaran HAMnya juga lebih besar. Aparat kepolisian memiliki masa penangkapan dan penahanan yang lebih lama. Maka, dengan potensi pelanggaran HAM yang lebih tinggi ini, perlu memiliki akuntabilitas yang baik. Walau perlu diakui memang Polri sebelum UU baru ini kewenangannya sudah sangat terbatas untuk bisa memberantas terorisme.
Bagaimana agar akuntabilitas atau pemberantasan terorisme itu dapat dipertanggungjawabkan?
Selain mekanisme internal seperti Irwasum Polri, memang ada sistem peradilan. Namun, hal tersebut perlu didukung dengan pembentukan semacam pengawas. Di DPR terdapat keinginan untuk membuat komite pengawas. Namun, itu merupakan DPR yang memiliki bumbu-bumbu politik. Sebagai langkah keterbukaan, Polri lebih baik membuat pula komite pengawas independen yang anggotanya berasal dari masyarakat. Itu usul saya ke Polri.
Cara pengawasannya?
Pengawasan ini tentu dilakukan kepolisian dalam setiap proses hukum kasus terorisme. Agar lebih baik, perlu pula membuat standard operating procedure (SOP) dalam pemberantasan terorisme yang harus disesuaikan dengan UU baru ini. Ini tidak mudah. Pasti dengan kewenangan preventive justice ini kekhawatiran itu makin kuat. Tapi, tidak mudah karena ini tantangan internal.
Untuk pelibatan TNI, bagaimana agar tidak melanggar HAM?
Perdebatan pelibatan TNI ini sudah digeser ke peraturan presiden (perpres) yang belum disusun. Namun, pada intinya seharusnya TNI merupakan the last resources atau pilihan terakhir.