Terapkan Perda Toleransi
BEBERAPA hasil survei memang menunjukkan bahwa paham radikal dan perilaku intoleransi saat ini perlu mendapat perhatian. Misalnya, Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) pada 2011 terhadap 1.000 pelajar di SMP dan SMA di Jakarta di 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri. Hasilnya, 48,9 persen siswa menyatakan kesediaan untuk ikut dalam aksi kekerasan yang berkaitan dengan masalah moral atau isu-isu keagamaan.
Hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2017 juga menunjukkan 51,1 persen responden mahasiswa/siswa Islam memiliki opini intoleran terhadap aliran Islam minoritas yang dipersepsikan berbeda dari mayoritas, seperti Ahmadiyah dan Syiah.
Data-data di atas menunjukkan ancaman serius yang bisa berdampak pada suburnya budaya kekerasan atas nama agama di satu sisi dan juga mengancam integrasi nasional.
Sebenarnya, Pemprov Jatim sudah mengusahakan terbitnya regulasi, yakni peraturan daerah tentang toleransi, yang sedianya disahkan pada 2018. Perda ini menjadi respons terhadap berbagai persoalan yang muncul sebagaimana tersebut di atas.
Ke depan, kami akan fokuskan pada implementasi perda toleransitersebutdenganmenyasar3program unggulan. Pertama, membangun wadah pertemuan multikultur (melting pot) di kantong-kantong yang penduduknya heterogen.
Kedua, mengurangi eksklusivisme dan memupuk rasa toleran di kalangan anak-anak usia sekolah dan remaja. Program ini dijalankan dengan menggelar kemah bersama dan saling mengunjungi secara rutin. Baik sekolah agama, sekolah yang dikelola lembaga agama, maupun sekolah umum dan negeri.
Ketiga, memaksimalkan peran pesantren untuk membendung radikalisme agama yang berujung pada penyebaran paham dan organisasi kekerasan atas nama agama Islam.