Presiden Usul Cukup Ditandai
Soal Caleg Mantan Koruptor
JAKARTA – Presiden Joko Widodo buka suara terkait rencana pelarangan mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019. Jokowi mengusulkan agar caleg mantan koruptor diberi tanda yang terang terkait statusnya.
Mantan wali kota Solo itu mengatakan, dari perspektif konstitusi, maju sebagai calon anggota legislatif merupakan hak setiap warga negara. Termasuk bagi orang yang baru menjalani hukuman pidana korupsi. Dengan begitu, menurut dia, pencalonan tersebut tidak perlu dilarang.
”Kalau (menurut) saya, itu hak. Hak seseorang untuk berpolitik,” ujarnya setelah menghadiri penutupan Pengkajian Ramadan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Jakarta, kemarin (29/5).
Meski demikian, presiden menyerahkan keputusan tersebut kepada KPU sebagai pelaksana. Namun, jika dimintai pendapat, pihaknya menyarankan agar caleg mantan koruptor cukup diberi tanda. ”Misalnya, boleh ikut tapi diberi tanda ’mantan koruptor,’” imbuhnya.
Mengenai perlu atau tidaknya KPU meninjau ulang aturan yang sudah dibuat, Jokowi enggan berkomentar dan melakukan intervensi. Menurut dia, aturan soal pemilu merupakan wilayah KPU, bukan presiden. ”Enggak, itu ruangnya KPU. Wilayahnya KPU,” katanya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan, sikap lembaganya terhadap ketentuan tersebut tidak berubah. Karena itu, dalam rancangan peraturan KPU (PKPU), pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota, norma tersebut tetap diatur. ”Soal larangan itu, sikap kami tetap sama dengan kesepakatan awal (hasil pleno KPU),’’ ujarnya saat dikonfirmasi.
Pria asal Aceh itu menambahkan, rencananya draf PKPU dikirimkan ke Kementerian Hukum dan HAM pada hari ini, Rabu (30/5), untuk disahkan. ’’Insya Allah rancangan PKPU tersebut kami kirimkan ke Kemenkum HAM pada Rabu ini,’’ ujar Ilham.
Untuk diketahui, aturan pelarangan mantan koruptor menjadi caleg menuai polemik dalam beberapa pekan terakhir. Upaya KPU untuk meningkatkan kualitas caleg itu mendapat penolakan dari sejumlah kalangan. Mulai DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Badan pengawas Pemilu (Bawaslu). Meski ditolak, KPU tetap bergeming dengan sikapnya. Terhadap pihak yang tidak sepakat, KPU mempersilakan siapa pun untuk melakukan judicial review.
Belakangan, KPU mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Agus Rahadjo mengatakan, aturan tersebut penting agar masyarakat disuguhi calon yang memiliki kualitas dan jejak rekam yang baik.