Jawa Pos

Banyak Lintasan Sebidang, Hanya Buka Satu Lajur

Tol Solo–Semarang seksi I sampai III telah beroperasi. Tol tersebut menghubung­kan Semarang dan Salatiga. Nah, untuk seksi IV dan V atau ruas Solo–Salatiga, pengerjaan­nya baru mencapai 67 persen.

-

RUAS tol Solo–Salatiga memang sangat dinanti. Sebab, jalan bebas hambatan tersebut diproyeksi­kan mengurangi beban jalan nasional Solo–Semarang yang semakin rapat dan memperlama durasi perjalanan. Tapi, masih banyak pekerjaan yang harus dituntaska­n di ruas tol tersebut.

Misalnya, yang terlihat dari pantauan Jawa Pos pada 9 Mei lalu. Sebagian lintasan masih berupa gundukan tanah yang belum dikeruk. Mayoritas pengerjaan difokuskan pada lintasan sebidang, baik overpass (OP) maupun underpass (UP). Jumlahnya lebih dari 50.

”Kami sudah menyiapkan petugas untuk menjaga lintasan,” kata Ngadino, manajer pengendali­an PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN).

Selain itu, penyambung­an jembatan menjadi PR besar bagi pengelola. Di antara 12 jembatan yang membentang dalam ruas tol sepanjang 32,65 kilometer tersebut, titik kritis berada di Jembatan Kali Kenteng. Jembatan itu mempunyai panjang 495 meter dan tinggi 50 meter. Sejumlah rencana telah disiapkan pengelola. ”Plan B-nya adalah lewat bawah jalan kerja. Nanti dirigit (beton),” jelas Ngadino.

Demi keamanan pengguna, pengelola berencana mengoperas­ikan tol hanya sampai pukul 17.00. Paling malam pukul 21.00. Hal itu juga sudah dikoordina­sikan dengan kepolisian setempat.

Kapan ruas Solo–Salatiga dibuka? Seperti ruas tol Solo–Sragen, ruas tol yang dimulai dari gerbang tol (GT) Colomadu hingga gerbang tol sementara (GTS) Plumbon di Kabupaten Semarang tersebut beroperasi pada 8–17 Juni untuk arus mudik, lalu 18–24 Juni untuk arus baliknya. Itu pun hanya digunakan satu lajur. Yakni, lajur arah Semarang menuju Solo. Perbatasan tol operasiona­l (berbayar) dan fungsional (gratis) diposisika­n di GTS Plumbon.

Yang perlu menjadi perhatian, ruas tersebut hanya memiliki dua exit tol. GT Colomadu dan GT Boyolali. GTS Plumbon hanya menjadi pembatas. Alhasil, GT Salatiga yang letaknya dekat dengan GTS Plumbon menjadi opsi untuk keluar tol.

Meski fungsional, pengelola sudah menyediaka­n rest area (RA) darurat di dua titik. Masing-masing di Mudal (Km 482) dan Koripan (Km 467). Selain musala, pompa air, dan toilet, pengelola berencana menyediaka­n mobile BBM. ”Karena musala yang dipakai adalah musala warga sekitar, rest area-nya juga bisa dimanfaatk­an mereka (warga sekitar),” tutur Ngadino.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Salatiga Muhammad Haris menyatakan, tol Salatiga– Solo diyakini bisa mengembang­kan potensi terpendam daerahnya. Salatiga yang selama ini dianggap sebagai ’’kota antara” Solo dan Semarang bakal makin ramai disinggahi. ”Salatiga bisa menjadi kota satelit bagi Solo dan Semarang. Orang yang bekerja di Semarang sangat mungkin memiliki rumah di Salatiga, yang di Solo juga demikian,” ucapnya. ’’Jadi, menguntung­kan wilayah Salatiga dalam kacamata ekonomi dan lainnya,” imbuh alumnus Ilmu Sejarah Universita­s Gadjah Mada (UGM) tersebut.

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? DIKEBUT: Pengerjaan akses exit tol Solo– Salatiga di wilayah Plumbon pada 9 Mei lalu. Gerbang tol sementara Plumbon menjadi perbatasan antara tol operasiona­l (berbayar) dan fungsional (gratis).
BOY SLAMET/JAWA POS DIKEBUT: Pengerjaan akses exit tol Solo– Salatiga di wilayah Plumbon pada 9 Mei lalu. Gerbang tol sementara Plumbon menjadi perbatasan antara tol operasiona­l (berbayar) dan fungsional (gratis).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia