Ora Nyugihi, Ananging Nguripi
PABRIK Gula Colomadu pernah dijuluki sebagai pabrik gula terbesar se-Asia. Pernah berhenti beroperasi dua dekade lalu, tapi sejak 24 Maret lalu, Colomadu beralih rupa menjadi destinasi wisata yang artsy, kata anak zaman
now. Namanya pun berganti menjadi De Tjolomadoe.
Ketika Jawa Pos berkunjung pekan lalu (20/5), ratusan orang asyik ngabuburit di pabrik gula yang berlokasi di kawasan Karanganyar tersebut. Ada yang datang bersama keluarga. Tidak sedikit muda-mudi yang sekadar mencari angin sore sambil jeprat-jepret di area De Tjolomadoe yang memang Instagramable.
Marketing Communication De Tjolomadoe Agung Dewantoro menyatakan, sejak diresmikan dua bulan lalu, pabrik gula yang didirikan Kanjeng Gusti Pangeran Arya (KGPA) Mangkunegaran IV itu sukses menarik animo pengunjung. Bukan hanya di kawasan Solo Raya, melainkan juga pengunjung dari area Jawa Timur maupun Jogja.
’’Setelah direvitalisasi, konsep De Tjolomadoe adalah MICE (meetings, incentives, conferences, and exhibitions). Jadi, di sini bisa nonton konser, pameran, nongkrong, makan, dan berbagai aktivitas lain,’’ tutur Agung.
De Tjolomadoe juga memiliki dua aula. Pertama, Tjolomadoe Hall dengan kapasitas 3 ribu orang. Yang kedua adalah Sarkara Hall yang bisa menampung sekitar seribu orang.
Selain dua aula, terdapat bekas stasiunstasiun era pabrik gula yang dialihfungsikan. Misalnya, Stasiun Gilingan. Yang semula merupakan tempat memerah cacahan tebu kini dijadikan museum dan ruang pamer. Ada juga Stasiun Besali yang dahulu merupakan tempat reparasi mesin gula bersalin rupa menjadi restoran.
Area parkir De Tjolomadoe di sisi timur dan barat pabrik pun terbilang luas. Kapasitasnya bisa sampai 600 mobil (400 di timur dan 200 di barat). Di dekat parkir timur terdapat musala dan toliet untuk pria serta wanita.
Menyambut Lebaran tahun ini, De Tjolomadoe siap menggelar kampung kuliner di area parkir timur. Kampung kuliner yang menyuguhkan kuliner seantero Solo Raya tersebut berlangsung 12–19 Juni nanti.
Revitalisasi De Tjolomadoe turut menggerakkan perekonomian di sekitarnya. Di depan pabrik terdapat kuliner lokal, misalnya angkringan, bubur ceker, dan warung kaki lima. ’’Semakin ramai yang datang (ke De Tjolomadoe) semakin ramai angkringan saya,’’ kata Sutirah, salah seorang penjual angkringan di depan De Tjolomadoe.
Yang dirasakan Sutirah itu seperti ramalan sang pendirinya, KGPA Mangkunegara IV. ’’Pabrik ini openono. Sanajan ora nyugihi,
ananging nguripi (Peliharalah pabrik ini. Meski tidak membuat kaya, tapi bisa menghidupi)’’.(dra/c4/dns)