Penaikan Bunga Acuan Belum Berhenti
Bank Berusaha Jaga Pertumbuhan Kredit
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menuruti kehendak pasar finansial dengan kembali menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin. Itu merupakan kenaikan kedua dalam Mei ini. Dengan keputusan rapat dewan gubernur (RDG) pertama yang dipimpin Gubernur BI Perry Warjiyo, BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) menjadi 4,75 persen. Penaikan itu diproyeksi bukan yang terakhir di tahun ini.
Pasar telah lama mengharapkan kenaikan suku bunga, terutama sejak rupiah melemah dan menembus level psikologis Rp 14 ribu per dolar AS (USD). Rupiah kemarin melanjutkan penguatan tipis sejak akhir pekan lalu. Di kurs tengah BI, rupiah bertengger di Rp 14.032 per USD.
Perry menyatakan, penaikan suku bunga BI-7DRRR kali ini adalah kebijakan jangka pendek. ’’Secara keseluruhan, ekonomi kita solid. Tapi, ada tekanantekanan global yang perlu direspons segera,’’ ujarnya setelah rapat dewan gubernur kemarin.
Tekanan terhadap stabilitas ekonomi, khususnya rupiah yang berlangsung sejak awal Februari, terjadi di hampir seluruh negara. Perry meyakinkan bahwa ekonomi Indonesia cukup kuat, namun normalisasi kebijakan di AS membuat Indonesia perlu melakukan penyesuaian dari sisi moneter.
Dia memaparkan, membaiknya ekonomi AS masih menimbulkan ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed). Bahkan hingga empat kali tahun ini. Risiko ketidakpastian global memicu capital outflow atau aliran dana keluar dan memberikan tekanan pada negara-negara berkembang. ’’Tekanan itu dirasakan baik dalam bentuk penurunan harga saham, naiknya yield obligasi, maupun menurunnya nilai tukar rupiah,’’ terangnya.
Menurut Perry, penyesuaian suku bunga diperlukan agar rupiah tidak terjungkal semakin jauh dari level fundametalnya. Di samping menaikkan policy rate, BI tetap akan melakukan intervensi di pasar surat berharga negara (SBN) dan valuta asing (valas) jika diperlukan. Dia menambahkan, ke depan BI terus mengalibrasi perkembangan, baik domestik maupun global untuk memanfaatkan ruang kenaikan suku bunga secara terukur.
’’Berarti probabilitas kenaikan masih ada, tapi secara terukur. Magnitude-nya akan disesuaikan dengan perkembangan inflasi, dinamika global, dan faktor-faktor lainnya,’’ imbuhnya.
Meski suku bunga naik, Perry buru-buru meminta masyarakat agar tidak khawatir. Dengan ketahanan ekonomi yang masih cukup kuat, defisit transaksi berjalan pada akhir tahun diperkirakan tidak lebih dari 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB), atau masih jauh di bawah threshold 3 persen dari PDB. Inflasi 2018 diperkirakan rendah di level 3,6 persen.
Perry menilai, transmisi kenaikan suku bunga acuan pada kenaikan suku bunga kredit pun diperkirakan tidak terlalu besar. Sebab, BI akan menjaga likuiditas rupiah dan valas. Bank pun tidak kekurangan likuiditas sehingga tidak perlu berebut dana lewat peningkatan suku bunga simpanan. Dampaknya, bank juga tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga kredit. Dampak perubahan suku bunga BI7DRRR terhadap pertumbuhan ekonomi membutuhkan waktu 1,5 tahun.
Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menambahkan, secara historis, transmisi perubahan suku bunga bank dari perubahan suku bunga acuan jumlahnya sering kali lebih kecil daripada perubahan suku bunga acuan itu sendiri. Hal tersebut terjadi baik pada saat BI-7DRRR turun ataupun naik.
’’Pada saat suku bunga BI7DRRR turun, bunga kredit juga turun, tapi memang tidak sebesar suku bunga kebijakan. Begitu juga kebalikannya,’’ katanya. BI pun tetap menargetkan pertumbuhan kredit double-digit.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono menjelaskan, secara historis, transmisi kenaikan suku bunga kredit dari kenaikan suku bunga BI-7DRRR membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan.
Menurut Maryono, BTN sangat hati-hati dalam menentukan suku bunga kredit, terutama suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Sebab, bank dengan core business KPR tersebut ingin melanjutkan pertumbuhan KPR yang sudah sustain di kisaran 19–20 persen dalam tiga tahun terakhir. Tahun ini pun BTN menargetkan angka pertumbuhan KPR yang sama.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menilai, kenaikan suku bunga BI-7DRRR sebesar 25 basis poin sudah diantisipasi pasar. ’’Sudah price in itu,’’ katanya.