Terancam Malaysia dan Tiongkok
JAKARTA – Pelaku industri keramik dan kaca masih mengkhawatirkan masuknya produk serupa asal Tiongkok dan Malaysia. Harga gas industri di Indonesia yang masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga membuat produk dalam negeri tak berdaya saing. Pengusaha pun berharap harga gas untuk industri bisa segera diturunkan.
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengamanan Yustinus Gunawan mengatakan, kapasitas produksi Malaysia hampir menyamai yang dimiliki Indonesia. ’’Kapasitas produksi mereka sudah hampir mendekati 1 juta ton per tahun. Hampir mendekati kita. Kalau kita 1,2 juta ton per tahun,’’ ujar Yustinus di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, kemarin (30/5).
Selama ini, impor produk kaca lembaran asal Tiongkok ke Indonesia meningkat. Hal itu akan diperparah dengan masuknya produk serupa asal Malaysia yang investasinya juga dikuasai Tiongkok. ’’Tiongkok sudah membangun dua tungku di Malaysia,’’ tambahnya.
Menurut dia, tujuan Tiongkok membangun pabrik kaca di Malaysia memang ingin mengincar pasar Indonesia. Sebab, kebutuhan kaca lembaran di dalam negeri diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor properti dan otomotif. ’’Indonesia paling besar pertumbuhan properti dan otomotif. Produk turunannya juga ada seperti kaca cermin,’’ beber Yustinus.
Sementara itu, kendala yang masih dihadapi produsen kaca lembaran di Indonesia adalah tingginya harga gas. Harga gas di Malaysia saat ini USD 5–6 per mmbtu. Sedangkan di Indonesia masih berada di kisaran USD 8–9 per mmbtu. Harga gas itu jugalah yang membuat Tiongkok lebih memilih membangun pabrik di Malaysia daripada Indonesia.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono turut berharap harga gas di Indonesia segera turun menjadi USD 6 per mmbtu. Selain itu, Kemenperin berupaya melindungi industri dari serbuan produk impor.