Minta Dimakamkan Dekat Cak Nur
JAKARTA – Indonesia kembali kehilangan salah seorang tokoh besar. Cendekiawan Prof M. Dawam Rahardjo mengembuskan napas terakhir di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (30/5) pukul 21.35
Tokoh kelahiran 20 April 1942 itu meninggal karena penyakit diabetes yang sudah lama dideritanya. Meski telah tiada, jasanya terhadap bangsa dan negara tidak akan hilang.
Presiden Joko Widodo mengatakan, Dawam merupakan cendekiawan yang mampu memberikan banyak gagasan melalui berbagai karyanya. ”Lewat tulisan, beliau memberikan gagasangagasan yang baik bagi negara ini,” ungkapnya saat ditemui setelah melayat di rumah duka kawasan Jakarta Timur kemarin (31/5). Melalui gagasan itu, sambung presiden, sedikit banyak cendekiawan lain belajar.
Menurut dia, almarhum termasuk salah seorang yang sangat konsisten melawan diskriminasi. Tidak jarang Dawam membela orang-orang yang dia nilai diperlakukan tidak adil. ”Saya kira kita sangat kehilangan beliau. Seorang cendekiawan muslim yang gagasan dan tulisannya sangat tajam,” bebernya.
Orang nomor satu di Indonesia itu juga menyampaikan kali terakhir bertemu Dawam di Istana Bogor. ”Beliau memang sudah kelihatan sakit. Beliau sudah lama sakit,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan putra kedua Dawam, Jauhari Rahardjo. Dia mengatakan bahwa ayahnya sudah sembilan bulan terakhir bolak-balik ke rumah sakit. ”Sudah sembilan bulan ini (almarhum) sakit,” kata dia.
Jauhari mengenal Dawam sebagai sosok yang sederhana dan tidak pernah neko-neko. Pesan yang disampaikan sebelum wafat juga tidak banyak. Ayah dua anak itu hanya meminta untuk dimakamkan di dekat makam koleganya sesama cendekiawan, Nurcholish Madjid alias Cak Nur. ”Disampaikan kepada ibu saya. Sudah lama disampaikan,” imbuhnya. Sesuai pesannya, Dawam mendapat tempat peristirahatan terakhir di dekat makam Cak Nur.
Sebagai salah seorang tokoh yang pernah mendapat Bintang Mahaputra Utama, Dawam berhak dimakamkan di dekat makam Cak Nur di TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Penghargaan itu dia peroleh dari B.J. Habibie ketika menjadi presiden pada 1999.
Dawam semasa hidup memang punya banyak sumbangsih. Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu pernah menjadi ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1995– 2000. Almarhum juga pernah menjabat ketua tim penasihat Presiden Habibie pada 1999. Tidak hanya itu, Dawam juga dikenal sebagai cendekiawan yang aktif bergerak di lapangan.
Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, Dawam merupakan tokoh yang lengkap. Almarhum bukan sekadar pemikir hebat. Melainkan juga aktivis yang punya idealisme tinggi. Itu dibuktikan Dawam saat menjabat direktur LP3ES. ”Aktif di dalam agenda-agenda aksi, agenda gerakan sosial,” kata Jimly. Khususnya aktivitas yang berkaitan dengan sosial ekonomi dan ekonomi kerakyatan.
Serupa dengan pesan yang disampaikan ke keluarga, kepada Jimly, Dawam juga menitip pesan untuk dimakamkan di dekat makam Cak Nur. ”Beliau lebih muda (dari Cak Nur). Tapi, sangat akrab,” kenangnya.
Bila Cak Nur lebih concern pada agama dan filsafat, Dawam punya perhatian lebih terhadap ekonomi dan gerakan sosial. Lantaran Dawam sudah pernah mendapat Bintang Mahaputra Utama, Jimly menyampaikan pesan itu kepada Mensesneg Pratikno. ”Alhamdulillah dapat tanah (di dekat) makam Cak Nur,” ucap dia. Dengan begitu, keinginan terakhir Dawam sudah terpenuhi.
Dawam meninggalkan 2 anak, 1 menantu, dan 5 cucu. Selain Presiden Jokowi dan Jimly, kemarin sejumlah pejabat seperti Pratikno dan Gubernur DKI Anies Baswedan melayat ke rumah duka.