Jawa Pos

Kawal Ambulans Membelah Kemacetan

Komunitas Indonesian Escorting Ambulance (IEA) Surabaya

-

Bunyi sirene ambulans di jalan kerap direspons ”lempeng” oleh pengguna jalan. Biasa saja. Sekelompok pemuda yang tergabung di komunitas Indonesian Escorting Ambulance (IEA) Surabaya ini bereaksi sebaliknya. Mereka membantu mengawal ambulans hingga ke rumah sakit tujuan. AHMAD DIDIN KHOIRUDDIN

PULUHAN motor tiba-tiba berbelok dan berhenti di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Minggu (27/5). Tepat di depan lokasi kejadian bom bunuh diri beberapa pekan lalu. Bukan berniat jahat. Mereka membagikan takjil gratis bagi pengendara yang lewat di depan gereja.

Mereka adalah sekumpulan relawan yang menamakan diri sebagai komunitas pengawal ambulans. Rendahnya kesadaran pengguna jalan terhadap bunyi sirene ambulans menjadi dasar dibentukny­a komunitas tersebut di Surabaya.

Kondisi jalan yang padat terkadang membuat laju ambulans terhambat. Padahal, sering kali di dalam ambulans tersebut terdapat pasien yang harus segera mendapatka­n penanganan. Dan ternyata masih ada saja yang seakan tidak peduli dengan hal itu.

”Terkadang masih ada yang enggan menepi, padahal jelas-jelas terdengar bunyi sirene,” ujar Andi Kardiansya­h, pembina IEA Surabaya

Hal itulah yang mendorong Andi beserta rekan lainnya mendirikan IEA Surabaya pada pertengaha­n Maret 2018.Kini 37 anggota tercatat dalam komunitas relawan tersebut.

Meski baru seumur jagung. Komunitas itu telah berulangul­ang melakukan pengawalan ambulans dari luar kota menuju Surabaya. Mereka biasanya melakukan pengawalan dengan perjanjian terlebih dahulu. ”Kami janjian ketemuan di mana, dari situ kami kawal sampai rumah sakit tujuan,” imbuhnya.

Andi menceritak­an teknis pengawalan yang dilakukann­ya. Dia sadar betul bahwa komunitasn­ya bukanlah tim pengawal resmi. Dengan begitu, mereka akan membantu jika ada yang meminta bantuan saja. ”Kami ada grup driver (ojek online, Red), isinya ada dari beberapa wilayah di Jawa Timur,” terang Andi.

Informasi akan masuk ke grup tersebut. Rekan di luar kota bakal memberikan kabar bahwa ada ambulans yang menuju Surabaya. ”Pernah, ada yang butuh pengawalan ambulans dari Tuban. Kami janjian jemput di pintu keluar tol Dupak, langsung kami kawal,” cerita Andi.

Inisiatif mengawal bisa spontan muncul saat mereka melihat ambulans yang melintas. Namun, mereka tidak asal melakukan pengawalan. Lihat dulu kondisi sirenenya. Apakah dibunyikan atau tidak. Serta melihat kondisi jalan. ”Kalau jalan macet dan sirene dibunyikan, langsung kami kawal. Kalau longgar, kami lepas,” terangnya.

Selama pengawalan, mereka akan berada di depan dan belakang ambulans. Bagian depan bertugas membelah kemacetan. Bagian belakang mencegah kendaraan tidak berkepenti­ngan mengikuti ambulans.

Dalam menjalanka­n tugas sukarelany­a itu, mereka menggunaka­n peluit dan light stick. Mereka berusaha meminta pengendara di depannya untuk memberikan jalan.

Berbagai perlakuan pun pernah diterima para anggota komunitas. Pernah dipepet kendaraan lain hingga hampir terjatuh. Pernah pula diberhenti­kan petugas. ”Kami dimarahi. Tapi, langsung kami jelaskan bahwa sedang mengawal ambulans,” jelasnya.

Andi melanjutka­n, nasib komunitas ternyata serupa di beberapa kota. Malang, misalnya. Di sana keberadaan IEA Malang dilarang. Sebab, tidak mempunyai izin resmi saat melakukan pengawalan. ”Kami di sini (Surabaya, Red) pun tidak berizin. Tapi, banyak yang me- ngapresias­i apa yang kami lakukan,” imbuh Andi.

Jasa yang mereka berikan tak hanya mengawal dalam perjalanan. Mereka juga turut memastikan pasien sampai dengan selamat di rumah sakit. Para anggota ikut membantu menurunkan pasien dari ambulans menuju instalasi gawat darurat (IGD). ”Agak waswasnya karena tidak tahu pasien ini terkena penyakit apa. Takut kalau penyakit menular,” ungkap Andi.

Meski begitu, hasrat untuk menolong seketika menghilang­kan rasa khawatir. Mereka tidak ingin ada kejadian pasien meninggal di ambulans akibat terjebak macet. Melalui aksi tersebut, pihaknya juga mengimbau pengguna jalan untuk memberikan prioritas pada mobil ambulans. ”Kalau dengar bunyi sirene minimal minggir dulu, kasih jalan,” tutur Andi.

 ?? AHMAD DIDIN/ JAWA POS ?? RELAWAN: Para anggota komunitas Indonesian Escorting Ambulance (IEA) Surabaya di Jalan Diponegoro pada Minggu (27/5).
AHMAD DIDIN/ JAWA POS RELAWAN: Para anggota komunitas Indonesian Escorting Ambulance (IEA) Surabaya di Jalan Diponegoro pada Minggu (27/5).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia