Jawa Pos

RKUHP Lengkapi UU Tipikor

-

JAKARTA – Tim penyusun revisi KUHP (RKUHP) pemerintah akhirnya angkat suara soal polemik masuknya delik korupsi dalam RKUHP. Mereka menegaskan, tidak ada niat melemahkan kewenangan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) dengan penyusunan draf RKUHP tersebut

”RKUHP tidak dimanfaatk­an untuk mendelegit­imasi pemberanta­san korupsi,” kata Prof Muladi, anggota tim penyusun RKU HP, kemarin (6/6).

Dia menjelaska­n, UU Pemberanta­san Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tetap ada di luar KUHP. Sebaliknya, KUHP hanya mengatur kejahatan asal alias core crime. ”Tidak sama sekali mengurangi dan meringanka­n tanpa rasional. Ada satu hal yang tetap ada delik khusus,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya telah membuat aturan peralihan dalam RKUHP. Ketentuan tersebut dimasukkan ke pasal 729 RKUHP. Isinya mengisyara­tkan bahwa saat RKUHP itu berlaku, ketentuan tindak pidana tetap dilaksanak­an lembaga yang telah mengatur tindak pidana tersebut dalam UU masing-masing. ”Ini tidak akan mengganggu kewenangan KPK, BNN, Komnas HAM, dan sebagainya,” jelasnya.

Tim penyusun RKUHP dari pemerintah itu pun menyesalka­n terjadinya polemik di masyarakat. Sebab, penyusunan RKUHP selama ini dilakukan dengan cara yang demokratis. Para pihak terkait pun dihadirkan dalam pembahasan RKUHP antara pemerintah dan DPR tersebut. ”Saat menyusun ini (RKUHP), ada juga perwakilan KPK,” terangnya.

Kenapa delik korupsi tidak dimasukkan saja ke UU KPK atau UU Tipikor yang existing saat ini? Anggota tim penyusun RKUHP lain, Prof Eddy Omar Sharief Hiariej, mengatakan bahwa UU KPK itu merupakan ranah formal. Sedangkan KUHP adalah ranah materiil. ”Jadi, tidak ada sangkut pautnya (antara UU KPK dan RKUHP),” ujarnya.

Menurut dia, RKUHP merupakan lex generalis (sifat umum) yang nanti bisa dikembangk­an dalam UU KPK dan UU Tipikor yang bersifat lex specialis (khusus). Saat ini, dalam UU Tipikor yang sudah ada, ada 30 perbuatan yang dikualifik­asikan sebagai tindak pidana korupsi. Nah, di antara 30 itu, core crime korupsi hanya tujuh.

Menko Polhukam Wiranto juga merespons polemik RKUHP. Dia menegaskan, revisi aturan tersebut tidak untuk melemahkan KPK. Menurut dia, delik korupsi yang masuk RKUHP justru bakal melengkapi aturan dalam UU Tipikor yang sudah ada sekarang.

Wiranto membantah, masuknya delik korupsi dalam RKUHP bakal membuat UU Tipikor tidak berlaku. ”Padahal tidak. Masuknya delik-delik pidana khusus dalam RKUHP itu hanya meleng- kapi,” terang dia Rabu (6/6). Dia menyebutka­n bahwa RKUHP hanya mengatur lex generalis.

”Hanya hal pokok saja,” ujarnya.

Sementara itu, hal-hal yang bersifat khusus alias lex specialis

tetap merujuk UU yang sudah ada. ”Termasuk UU Tipikor, UU Narkotika. Itu nggak habis, nggak

dihapus. Masih berlaku,” ucap dia. Demikian halnya dengan lembaga penegakan hukum dan proses peradilann­ya. Wiranto memastikan semuanya tidak berubah. ”Justru diperkuat karena ada lex generalis-nya di RKUHP,” imbuhnya.

Kemarin Wiranto memanggil dan mengumpulk­an beberapa pejabat teras guna membahas RKUHP. Sejauh ini, kata dia, anggapan bahwa RKUHP melemahkan KPK sama sekali tidak benar. ”Karena mereka (penyusun RKUHP, Red) menjelaska­n penyusunan sudah dilaksanak­an cukup lama,” papar dia.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menegaskan, RKUHP itu tetap akan menimbulka­n ketidakpas­tian bagi KPK, kejaksaan, dan polisi. Sebab, banyak pasal yang seharusnya diatur secara khusus justru masuk RKUHP yang bersifat umum. ”Pengacara yang senang (dengan RKUHP, Red) karena ini banyak penafsiran baru,” tuturnya kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia