Pelemahan Ekspor Tekan Perekonomian
Bank Dunia Koreksi Proyeksi Pertumbuhan
JAKARTA – Ketidakpastian perekonomian global diperkirakan masih meningkatkan risiko terhadap ekonomi Indonesia. Bank Dunia pun mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.
Sebelumnya, lembaga keuangan global yang berbasis di Washington, AS, tersebut memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen pada 2018. Bank Dunia kemarin (6/6) memangkas proyeksi menjadi 5,2 persen. Proyeksi itu juga jauh lebih rendah daripada target pemerintah 5,4 persen.
’’Seiring dengan proyeksi pertumbuhan perekonomian global yang melambat dan arus perdagangan yang menurun dari level tertingginya baru-baru ini, pertumbuhan PDB Indonesia diproyeksikan tetap mencapai 5,2 persen pada 2018,’’ papar Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan TimorLeste Rodrigo A. Chaves dalam acara peluncuran laporan Indonesia Economic Quarterly edisi Juni 2018 di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, kemarin.
Chaves menyatakan, konsumsi swasta diperkirakan sedikit meningkat. Pertumbuhan investasi diproyeksikan tetap tinggi seiring harga komoditas yang masih mahal. Namun, mengingat sifat investasi yang sarat impor, pertumbuhan ekonomi akan terus terbebani. Sebab, pertumbuhan ekspor masih melambat sejalan dengan menurunnya perdagangan global.
’’Risiko terhadap perkiraan perekonomian cenderung menurun di tengah kondisi moneter yang terus mengetat dan timbulnya volatilitas keuangan yang berpusat di negara-negara berkembang yang lebih rentan seperti Argentina dan Turki,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan juga melebar. Sebab, permintaan dalam negeri lebih tinggi. Juga, kondisi perdagangan yang tengah menurun dan pertumbuhan global yang lebih lambat. Ekspor diprediksi terus melemah karena pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global diperkirakan melambat. Inflasi diproyeksikan tetap rendah tahun ini, tetapi berpeluang meningkat pada tahun depan. Sebab, biaya impor lebih tinggi dan mata uang melemah. Penerimaan pemerintah diperkirakan meningkat secara bertahap.
Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gill Sanders mengungkapkan, risiko penurunan atau downside risks bagi Indonesia lebih bersifat substansial. Sebagian besar berasal dari sektor eksternal. Dia menjelaskan, seiring dengan normalisasi lanjutan kebijakan moneter AS, masih terdapat risiko signifikan dari volatilitas lebih lanjut di pasar keuangan dan pasar modal global.
Kenaikan yang cepat dalam imbal hasil AS telah memicu kesulitan keuangan di Argentina dan Turki. Volatilitas lanjutan tersebut dapat mengakibatkan biaya pembiayaan meningkat lebih tajam bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada saat yang sama, dengan meningkatnya proteksionisme perdagangan, terdapat risiko riil bahwa percepatan perdagangan global yang tengah terjadi bisa berhenti. ’’Dampaknya bakal membebani ekspor Indonesia dan menghambat pertumbuhan,’’ tuturnya.