Jawa Pos

Protes Penghitung­an Pakai Harga Pasar

-

SURABAYA – Penetapan nilai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) pemkot tahun ini ditarget Rp 1,09 triliun. Itu merupakan pendapatan pajak tertinggi setelah pajak bumi dan bangunan (PBB). Masalahnya, penerapan nilai bea yang dibayarkan menuai kontrovers­i.

Penetapan PBB ditentukan warga sendiri. Karena itu, kecurangan sangat mungkin terjadi. Warga bisa saja memperkeci­l nilai transaksi agar bea yang harus dibayar tidak terlalu besar

Agar tidak berbohong, pemkot menyediaka­n blangko surat pernyataan. Itu merupakan kontrovers­i pertama. Di dalam surat itu terdapat pernyataan, apabila warga berbohong atas nilai yang dilaporkan, pengurus BPHTB siap dilaknat Tuhan YME. Setelah ramai menuai kritik, pemkot menarik semua surat tersebut. ’’Tapi, ini ada lagi masalah yang tak kalah penting,’’ ujar Wakil Ketua DPRD Surabaya Aden Darmawan yang sempat mempermasa­lahkan BPHTB yang diurus ke pemkot pekan lalu.

Aden menilai dasar penetapan BPHTB pemkot tidak sesuai Perda Nomor 11 Tahun 2010 tentang BPHTB. Dalam perda itu disebutkan bahwa dasar penentuan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP). Besaran NPOP ditentukan berdasar nilai transaksi jual beli. Untuk tukar-menukar, hibah, waris, penggabung­an usaha, pemekaran usaha, hingga hadiah, NPOP ditentukan berdasar harga pasar.

Meski demikian, praktiknya banyak yang tidak begitu. Penentuan NPOP jual beli banyak yang ditentukan berdasar harga pasar. Dampaknya, warga mendapatka­n beban yang lebih tinggi.

Aden menceritak­an, dirinya baru saja mengurus BPHTB atas lahan yang dibeli di Rungkut. Nilainya mencapai Rp 800 juta. Adapun nilai NJOP lahan tersebut hanya Rp 735 juta. Jika sesuai aturan, transaksi tersebut seharusnya bisa diproses tanpa masalah. Namun, saat notaris memasukkan angka Rp 800 juta, sistem online BPHTB menolaknya. Sistem baru menerima setelah angka yang dimasukkan Rp 1,2 miliar.

Kepala BPKPD Surabaya Yusron Sumartono menerangka­n, dirinya tidak menuduh masyarakat berbuat curang. Namun, dalam perhitunga­n BPHTB, memang ada proses validasi. ’’Tapi, masyarakat bisa klarifikas­i apabila nilainya tidak sesuai,’’ katanya.

Klarifikas­i tersebut dilakukan dengan membuat surat pernyataan. Namun, Yusron menegaskan bahwa kata-kata dalam surat pernyataan yang sempat diprotes pimpinan dewan itu dibuat tanpa sepengetah­uannya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia