Kumpulkan 17 Ribu Ortu Mahasiswa
Respons Ikoma ITS tentang Kampus Terpapar Radikalisme
SURABAYA – Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebutkan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjadi salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme. Hal itu langsung direspons Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) ITS. Mereka akan mengumpulkan seluruh orang tua (ortu) mahasiswa baru untuk mendapatkan pembekalan.
Wakil Ketua Ikoma ITS Rudhy Ivan Noor menyatakan sangat prihatin dengan pemberitaan yang disampaikan BNPT bahwa ITS terpapar paham radikalisme. Apalagi, dua anaknya sedang kuliah di ITS.
Namun, orang tua tentu harus memberikan penjelasan kepada anak sejak dini tentang pentingnya menjadi bagian dari NKRI. Pengawasan pun harus terus dilakukan meski anak sudah menginjak dewasa. ’’Jika ada kegiatan yang tidak Wakil Ketua Ikoma ITS
lazim di sekolah dan kampus harus diwaspadai. Khususnya menyangkut Pancasila dan NKRI,” ujarnya.
Rudhy menuturkan, saat ini ada 17 ribu orang tua mahasiswa baru yang masuk Ikoma ITS. Jumlah tersebut termasuk orang tua mahasiswa baru yang diterima di ITS tahun ini. Untuk mencegah masuknya pemahaman radikalisme dari oknum, Ikoma akan mengumpulkan seluruh orang tua mahasiswa baru ITS pada awal September.
Dalam pertemuan forum orang tua mahasiswa baru itu, akan ada pembekalan agar anak-anak tetap diawasi dan di-monitoring selama kuliah. Termasuk pergaulan di lingkungan kampus dan luar kampus. ’’Kami akan mengundang BNPT agar bisa memberikan pengarahan kepada orang tua mahasiswa,’’ tuturnya.
Sementara itu, Rektor ITS Prof Joni Hermana menjelaskan, hingga saat ini, pihaknya masih menanti data detail dari BNPT terkait dengan penyebutan ITS sebagai salah satu PTN yang terpapar paham radikalisme.
’’Sampai sekarang, kampus ITS masih tenang-tenang saja. Adem ayem,’’ katanya. Joni menuturkan, saat ini dia menunggu BNPT membantu ITS untuk menentukan titik-titik yang menjadi tempat penyebaran paham radikalisme.
’’Saya kira menangkal radikalisme itu tidak mudah. Sebab, hal itu sesuatu yang tidak tampak. Kami juga belum tahu batasan pemahaman radikalisme seperti apa,’’ ungkapnya. Saat ini ITS juga telah membentuk tim yang bertugas menelusuri dosen, mahasiswa, maupun karyawan yang mempunyai paham radikalisme.
’’Sekarang kami masih menjangkau orang yang terlibat HTI saja. Kalau yang lain, kami belum tahu,’’ katanya. Dengan pendampingan BNPT, pihak kampus bisa mengetahui pemahaman radikalisme. Tentu, ITS juga bisa melakukan tindakan tegas.
’’Selama ini, ITS telah melakukan banyak upaya untuk menanggulangi penyebaran paham radikalisme,’’ ucapnya. Di unit kegiatan mahasiswa (UKM) juga sudah dilakukan pengarahan secara berjenjang. Sejak menjadi mahasiswa baru, ada pelatihan spiritual dan kebangsaan. Harapannya, wawasan kebangsaan mahasiswa lebih baik dan menjadi bagian dari NKRI.
Joni menuturkan, pihaknya juga bersikap tegas jika ditemukan oknum yang terlibat paham radikalisme. Jika status dosen tersebut PNS, pihaknya akan memintanya mengundurkan diri. ’’Atau mereka ingin kembali menjadi lebih baik, kami akan bantu pembinaan,” ujarnya.
Saat ini tim penelusuran paham radikalisme terdiri atas sembilan orang yang merupakan dosen ITS. Mereka telah memiliki informasi awal siapa saja yang ikut HTI. Orang-orang yang terlibat tersebut akan dipanggil dan diwawancarai mengenai sejauh mana paham radikalisme mereka. ’’Kalau bisa kami bina akan dibina,’’ katanya.
Kami akan mengundang BNPT agar bisa memberikan pengarahan kepada orang tua mahasiswa.”
RUDHY IVAN NOOR