Jawa Pos

Hanya Dapat THR Rp 150 Ribu

Nasib Pegawai Non-PNS Pemkot saat Lebaran Tiba

-

SURABAYA – Pegawai non-PNS (pegawai negeri sipil) pemkot tak dapat tunjangan hari raya (THR). Tidak ada yang berani protes karena takut dipecat. Mereka hanya bisa gigit jari saat pemerintah pusat menginstru­ksikan pencairan gaji ke-14 atau THR bagi PNS.

Bahkan, beberapa tenaga kontrak hanya menerima gaji 11 kali dalam setahun. Penyebabny­a, kontrak mereka diputus. Lalu, mereka direkrut kembali. Misalnya, yang terjadi pada tenaga kontrak Dinas Pemadam Kebakaran (DPMK) Surabaya akhir tahun lalu. Setelah diputus kontraknya pada Desember, mereka kembali bekerja Januari ini. ”Mereka lapor, yoopo iki cak? Sak wulan aku mangan opo? (Bagaimana ini Mas? Satu bulan saya makan apa? Red),” ujar Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono.

Gaji 11 bulan juga didapatkan beberapa guru tidak tetap (GTT). Kebanyakan adalah guru ekstrakuri­kuler. Gaji satu bulan tidak dibayarkan dengan alasan libur panjang sekolah.

Eko menjelaska­n, nasib guru-guru dan tenaga honorer di sekolah juga tak jelas. Bahkan, gajinya sering telat. Ada yang tiga bulan

Ada juga yang sampai enam bulan. Katanya, gaji cair tepat waktu saja sudah syukur, apalagi mendapat THR.

THR bagi tenaga non-PNS di sekolah biasanya diberikan secara sukarela oleh pihak sekolah. Besarannya bervariasi. Mulai Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu. Yang apes tidak dapat sama sekali. ’’Itu dananya gaji ke-13 dan ke-14 berapa ya? Kalau kami diciprati sedikit saja, pasti teman-teman senang sekali,” ucapnya.

Eko menuturkan bahwa kerja PNS dan non-PNS di sekolah tidak banyak berbeda. Apalagi guru. Mereka sama-sama mengajar. Sama-sama sulitnya. Terkadang pekerjaan GTT lebih berat ketim- bang guru PNS. Karena itu, dia mengharapk­an pemkot mempertimb­angkan nasib mereka.

Anggota Komisi B DPRD Surabaya Baktiono juga mendapat banyak laporan dari pegawai non-PNS pemkot. Yang paling banyak memang GTT. Namun, ada juga tenaga medis puskesmas, tukang sapu, bidan, sampai dokter kontrak. ”Beraninya mengadu ke saya. Kalau ke pemkot, jelas langsung dipecat,” ujar politikus PDIP tersebut.

Baktiono mengungkap­kan bahwa tenaga kontrak memang tidak bisa dipekerjak­an terusmener­us. Terkadang kontrak mereka harus diputus satu bulan, lalu diperpanja­ng lagi. Cara tersebut dianggapny­a merugikan para pekerja. Makanya, Baktiono tidak heran apabila masih ada pegawai kontrak pemkot yang hanya mendapat gaji 11 bulan.

Baktiono mengusulka­n agar pemkot menganggar­kan THR bagi para tenaga kontrak. Tetapi, kebijakan tersebut hanya bisa terwujud apabila wali kota bersama seluruh anggota dewan mau menerima usulannya.

Namun, kondisi saat ini wali kota sering kali berseberan­gan dengan para wakil rakyat. Contohnya, perbedaan pendapat terkait dengan pencairan THR bagi PNS. Menurut dia, langkah tim anggaran pemkot dan badan anggaran (banggar) DPRD untuk berkonsult­asi ke kementeria­n hanya buang-buang waktu. ”Sebab, instruksi dari pusat sudah jelas. Daerah lain juga sudah mencairkan. Apa yang perlu ditanyakan lagi?” ungkapnya.

Masih ada perdebatan mengenai komponen THR Surabaya. Pemkot sudah mencairkan tunjangan satu kali gaji tanpa tunjangan kinerja (tukin). Pencairan tukin tersebut masih dikonsulta­si kan ke Kementeria­n Dalam Negeri. Namun, konsultasi itu belum dilakukan hingga kemarin. ”Konsultasi setelah Lebaran,” jelas Sekretaris Daerah (Sekda) Hendro Gunawan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia