Jawa Pos

Kesempatan Kedua Didi

-

SAINT-DENIS – Hari ini (12/6), dua dekade lalu, Stade Velodrome bergemuruh ketika Prancis yang dipimpin Didier Deschamps mengawali Piala Dunia 1998 dengan kemenangan 3-0 atas Afrika Selatan. Di akhir turnamen, Deschamps berhasil mengangkat trofi Piala Dunia kali pertama untuk Prancis di Stade de France, Saint-Denis.

Namun, kesuksesan sebagai pemain tidak menggarans­i Deschamps mampu mengulangn­ya saat menangani Les Bleus. Pelatih 49 tahun itu sudah mencoba peruntunga­nnya di Piala Dunia 2014. Hasilnya? Didi –sapaan akrab Deschamps– hanya membawa Hugo Lloris dkk sampai perempat final setelah keok 0-1 oleh Jerman.

Piala Dunia 2018 bakal menjadi kesempatan kedua Didi untuk meraih predikat prestise sebagai kapten dan pelatih pertama yang mampu menyanding­kan trofi ajang empat tahunan tersebut. ”Kami tahu rasanya gagal di Piala Dunia dan kami tidak mau gagal lagi,” kata Deschamps sebagaiman­a dikutip L’Equipe.

Deschamps memang paham benar rasanya gagal saat peluang itu sudah di depan mata. Euro 2016 adalah memori pahit tersebut. Bertanding di negeri sendiri dan lolos sampai ke partai puncak, Les Bleus di- paksa menyerah 0-1 kepada Portugal. ”Kami masih kompetitor dan kegagalan itu (Euro 2016) menjadi alasan kenapa kami harus tetap membumi,” lanjut pelatih yang memiliki persentase kemenangan 62,34 dari 77 laga bersama Prancis tersebut.

Frank Leboeuf, rekan setim Deschamps saat juara Piala Dunia 1998, masih percaya Didi punya peluang mengulang romansa dua dekade silam. Faktor kedalaman skuad bisa jadi senjata. Prancis bukan hanya skuad termahal di Piala Dunia 2018, melainkan juga paling bertalenta. ”Pressure ada di pundaknya (Deschamps). Dengan pengalaman seperti di 1998, dia akan mengajari para pemainnya tentang cara mengatasin­ya,’’ tutur pria yang sekarang menjadi pundit Eurosport itu.

Di antara delapan pelatih Piala Dunia 2018 yang pernah bermain di Piala Dunia, Deschamps memang yang paling moncer. Selain pernah merasakan juara sebagai pemain, dia sudah merasakan Piala Dunia 2014 sebagai pelatih.

Bandingkan dengan Aliou Cisse (Senegal), Julen Lopetegui (Spanyol), Gareth Southgate (Inggris), Stanislav Cherchesov (Rusia), Mladen Krstajic (Serbia), Adam Nawalka (Polandia), dan Juan Antonio Pizzi (Arab Saudi). Tujuh nama tersebut berstatus pelatih debutan di Rusia.

Cisse, misalnya, pernah menjadi bagian golden generation Senegal saat menembus perempat final Piala Dunia 2002. Sama dengan 16 tahun lalu, saat ini dia mengusung generasi emas Senegal bersama pemain-pemain top Eropa seperti Sadio Mane, Kalidou Koulibaly, dan Cheikhou Kouyate.

Jika Class of 2002 Senegal dimulai dari jadi runner-up Piala Afrika 2002, Class of 2018-nya Cisse bermula dari perempat final Piala Afrika 2017.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia