Jawa Pos

Kesaksian Kengerian dalam Penjara Houthi, Yaman Dirantai, Dipukuli, Disetrum, dan Mata Ditutup Berbulan-bulan

-

Mantan tawanan yang pernah merasakan dipenjara pemberonta­k Houthi di Yaman buka suara. Mereka mengungkap­kan siksaan luar biasa yang dialami. Beberapa merasa sudah mati saat disiksa di balik jeruji besi.

SUARA Farouk Baakar bergetar. Kemarahan dan rasa sakit melebur menjadi satu ketika dia menceritak­an pengalaman­nya selama 15 bulan di dalam penjara pemberonta­k Houthi. Dokter 26 tahun itu baru saja bebas setelah keluargany­a membayar ganti rugi dalam jumlah cukup besar kepada militan yang didukung Iran tersebut.

Kepada Al Jazeera, Baakar menceritak­an bahwa dirinya ditangkap pada November 2016. Saat itu terjadi pertempura­n. Sebagai seorang dokter, Baakar menolong tanpa pandang bulu. Nahas, yang ditolong adalah pemberonta­k yang berpihak kepada pemerintah Yaman.

”Mereka (Houthi) terus-menerus bertanya kenapa saya menyelamat­kan nyawa orang itu. Saya katakan kepada mereka, itu tugas saya sebagai dokter,” ujarnya.

Baakar dipaksa keluar dari rumah sakit dan dimasukkan dalam mobil. Ketika itu tidak ada yang tahu dia dibawa ke mana, termasuk keluargany­a. Baru berbulan-bulan kemudian keluarga Baakar diberi tahu tentang keberadaan­nya. Selama ditahan, Baakar dipindahka­n dari satu penjara ke penjara lain. Baakar pernah menghabisk­an 50 hari berada di penjara bawah tanah yang hanya memiliki sedikit suplai oksigen.

Saat itu tangannya digantung ke tali yang dikaitkan ke langitlang­it. Dia digeletakk­an begitu saja. Baakar buang air besar dan kecil dengan kondisi tersebut. Tidak pernah sekali pun dia diizinkan mandi. ”Mereka mencabut kuku saya dan menggunaka­n kabel untuk menekan daging di bawahnya,” kenang Baakar.

Begitu sakitnya dia sampai pingsan. Itu belum seberapa. Tubuhnya sempat dibakar sebelum dimasukkan ke air. Penjaga penjara lantas menyetrum air tersebut. Mereka juga kerap memukuli Baakar. Ketika melintasi sebuah sel, dia melihat tahanan lain yang diikat ke tembok. Kakinya berdarah dan luka di tangannya yang terikat sudah terinfeksi hingga keluar cacing.

Penis narapidana lainnya diikat dan ditarik. Dia tidak bisa kencing selama 2 minggu penuh. ”Ketika melihatnya, saya tahu itu adalah akhir dari kelaki-lakiannya,” katanya.

Sebagai dokter, Baakar tidak bisa tinggal diam. Beberapa kali dia berusaha merawat narapidana lainnya. Imbasnya, dia mendapat hukuman tambahan persis seperti narapidana yang dirawatnya. Beruntung, keluargany­a bisa mengumpulk­an cukup banyak uang untuk membebaska­nnya dari siksaan tersebut.

Siksaan serupa dialami Abdel Hadi Al Shami. Syekh yang memimpin suku Arhab itu merasakan dua tahun di dalam penjara Houthi. Selama 5 bulan, keluargany­a tidak pernah tahu di mana dia berada.

”Ketika akhirnya menjenguk, keluarga saya hanya boleh tinggal selama 8 menit,” ucapnya.

Dia digantung selama berjamjam sebelum matanya ditutup. Lalu, dia ditinggalk­an di sel isolasi selama 3 bulan. Kini pengelihat­annya bermasalah. Bekas rantai yang membelengg­u tangannya juga masih tampak jelas. Dia dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tawanan antara sukunya dan Houthi.

Muhammad Ghurab tidak seberuntun­g Baakar dan Al Shami. Apoteker 28 tahun itu meninggal di dalam tahanan pekan lalu. Jenazah pemuda asal Sanaa tersebut diserahkan kepada keluargany­a pada Jumat (8/6). Houthi menyatakan bahwa Ghurab meninggal karena TBC.

”Keluargany­a mengunjung­inya beberapa pekan lalu. Ibunya hampir pingsan saat melihatnya. Dia sangat kurus dan mengeluh sakit di bagian dada,” jelas sumber yang dekat dengan keluarga Ghurab. Tanda-tanda kematian dan keluhan Ghurab bukanlah TBC.

Human Rights Watch (HRW) mendokumen­tasikan pelanggara­n HAM di wilayah kekuasaan Houthi maupun pemerintah Yaman yang didukung Saudi.

 ?? AL JAZEERA ?? MENYEDIHKA­N: Suasana salah satu penjara di Yaman yang memantik kritik.
AL JAZEERA MENYEDIHKA­N: Suasana salah satu penjara di Yaman yang memantik kritik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia