Jawa Pos

Tiap Jurusan Hanya 10 Mahasiswa, Bimbing Masuk Dunia Kerja

Art Therapy Center, Perguruan Tinggi bagi Penyandang Disabilita­s (2-Habis)

- SAHRUL YUNIZAR, Bandung

Tak semua penyandang disabilita­s bisa menjadi mahasiswa Art Therapy Center. Yang diterima hanya mereka yang punya bakat atau keterampil­an di bidang seni.

SEPERTI perguruan tinggi pada umumnya, ada seleksi terbuka yang dilakukan Art Therapy Center. ’’Ada ujian saringan masuk. Nanti dites sesuai dengan jurusannya,’’ ungkap Anne Nurfarina, penggagas Art Therapy Center yang juga dekan Fakultas Desain Komunikasi Visual Universita­s Widyatama.

Khusus tahun ini, seleksi masuk Art Therapy Center sudah masuk gelombang kedua. Total ada 50 calon mahasiswa yang sudah mendaftar. ’’Masih ada gelombang ketiga akhir Juni,’’ ucap Anne. Karena itu, besar kemungkina­n jumlah calon mahasiswa bertambah. Meski demikian, tidak semuanya akan diterima. Untuk setiap jurusan, dia membatasi hanya sepuluh mahasiswa yang diterima.

Bukan tidak ingin membantu semua penyandang disabilita­s yang mendaftar. Pendekatan seni yang dipakai Art Therapy Center mengharusk­an mahasiswa mereka punya minat di bidang seni. Selain itu, perguruan tinggi penyandang disabilita­s yang dia pimpin saat ini belum bisa menerima banyak mahasiswa. Sebab, umur Art Therapy Center baru empat tahun.

Didukung Yayasan Widyatama, Anne mendirikan Art Therapy Center pada Maret 2014. Kesamaan visi dengan yayasan tersebut semakin menguatkan tekad Anne. Dia ingin punya lembaga resmi yang secara khusus memberikan porsi belajar maksimal kepada para penyandang disabilita­s. Memulai dengan tujuh mahasiswa, kini sudah 60 mahasiswa yang belajar di Art Therapy Center.

Tahun lalu lulusan Art Therapy Center sudah diwisuda. Apabila tidak ada kendala, November tahun ini mereka melaksanak­an wisuda kedua. Sesuai dengan visinya, Art Therapy Center tidak lantas melepas begitu saja mahasiswa yang sudah menyelesai­kan studi. Mereka tetap dibimbing serta diajak bekerja sama supaya bisa mandiri dan punya penghasila­n sendiri.

Sejauh ini, Art Therapy Center punya hubungan kerja sama dengan beberapa instansi. Baik pelat merah maupun swasta. Sebut saja PT Pertamina. ’’Mereka nanti akan membuat satu pekerjaan, pemanfaata­n tenaga desain grafis dari Art Therapy Center,’’ tambah Anne. Contoh lain, tenaga desain grafis dari Art Therapy Center sudah bekerja sama dengan salah satu media besar di Bandung.

Tak heran memang, karya mahasiswa jurusan desain grafis Art Therapy Center luar biasa menarik. Firli Herdiana yang bertugas sebagai Kaprodi di jurusan tersebut sempat menunjukka­n beberapa karya anak didiknya. Menurut dia, karyakarya tersebut merupakan tugas mata kuliah yang diberikan kepada para mahasiswa. Pengerjaan­nya memang butuh waktu. Tapi, hasilnya maksimal.

Saat belajar, kata Firli, mahasiswa penyandang disabilita­s lebih senang praktik. Kalaupun diberi teori, wajib berikut contohnya. Karena itu, mereka lebih sering melakukan praktik. Membuat desain. Menghasilk­an karya. Ada tiga aplikasi yang dipakai mahasiswa jurusan desain grafis.

’’Karena memang mahasiswa di sini disiapkan untuk bisa masuk dunia industri,’’ kata Firli. Memang tidak melulu harus menjadi pekerja yang setiap hari datang ke kantor. Dengan kemampuan yang dimiliki, mereka sangat mungkin punya penghasila­n sendiri dengan bekerja dari rumah.

 ?? SAHRUL YUNIZAR/JAWA POS ?? UNJUK KEBOLEHAN: Sri Maryati, mahasiswi Art Therapy Center, berlatih menari sebelum tampil di objek wisata Lembang, Bandung Barat.
SAHRUL YUNIZAR/JAWA POS UNJUK KEBOLEHAN: Sri Maryati, mahasiswi Art Therapy Center, berlatih menari sebelum tampil di objek wisata Lembang, Bandung Barat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia