Jawa Pos

Sanksi PDAM Tak Sesuai Perwali

Terkait Pelanggara­n Mencatat Air Sendiri

-

SURABAYA – Sejak April lalu banyak pelanggan PDAM yang komplain gara-gara tagihan airnya meningkat drastis. Bahkan ada yang sampai sepuluh kali lipat dari tagihan biasanya. Penetapan sanksi tersebut ditengarai menyalahi Peraturan Wali Kota Nomor 29 Tahun 2011 tentang PDAM.

Pada pasal 25 perwali itu dijelaskan bahwa warga bisa mencatat meteran air. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan secara terus-menerus. Petugas pembaca meter air wajib mencatat pemakaian air berdasar angka riil di meteran.

Jika petugas tetap tidak bisa membaca meteran air pelanggan, tagihan dihitung berdasar pemakaian air tertinggi selama 12 bulan. Nah, beberapa pelanggan protes karena sanksi yang diterapkan tidak sesuai pemakaian tertinggi selama setahun terakhir.

Eka Rudito, warga Lebak Jaya, misalnya. Dia memang mencatat meter air karena jarang di rumah, sibuk bekerja. Pemakaian airnya rata-rata hanya Rp 20 ribu. Jika sesuai aturan, sanksi yang didapatkan seharusnya hanya Rp 50 ribu. Sesuai pemakaian pada Oktober 2017. Namun, PDAM menetapkan tarif Februari 2017 atau 14 bulan dari tagihan April 2018. ’’Tagihan saya jadi Rp 200 ribu lebih,’’ katanya.

Pelanggan lain, Maria, bernasib serupa. Tagihan pada April mencapai Rp 280 ribu. Padahal, dia sebelumnya hanya membayar Rp 90 ribu. Setelah ditelusuri, tagihan air April 2018 disamakan dengan tagihan Agustus 2016. Nyaris dua tahun.

Ketua Yayasan Lembaga Perlindung­an Konsumen YLPK Jatim Muhammad Said Sutomo menerangka­n, kesepakata­n harga antara penjual dan pembeli harus akurat. Masyarakat mencatat sendiri karena pencatatan PDAM masih manual. Pelanggan tidak bisa disalahkan jika tidak selalu ada di rumah. ’’PDAM harus punya solusi atas penyelesai­an sengketa tarif itu,’’ paparnya.

Said menilai warga bisa menggugat PDAM jika tarif yang ditentukan tidak sesuai ketentuan. Karena yang dikenai sanksi puluhan ribu orang, para pelanggar bisa mengajukan gugatan per kelompok.

Namun, berdasar pengalaman­nya, jalur hukum hingga ke pengadilan bukan solusi terbaik untuk menyelesai­kan sengketa. Dia meminta PDAM berinisiat­if mengomunik­asikan hal itu dengan pelanggan. Apalagi, PDAM merupakan perusahaan pelat merah yang fungsi utamanya memberikan pelayanan.

Menurut said, warga protes karena masih sayang dengan PDAM. Sebab, warga masih berharap bisa jadi pelanggan PDAM selama tarif yang ditetapkan adil. ’’Jangan sampai kepercayaa­n pelanggan ini pergi. Yang bahaya, mereka mulai berpikiran, mending dilayani perusahaan luar negeri saja. Jangan sampai,’’ tambahnya.

Hal tersebut sudah terjadi di Jakarta. Terdapat dua perusahaan swasta yang mengelola air Jakarta. Namun, pelayanann­ya tidak se- bagus yang diperkirak­an. Tingkat kebocoran dan cakupan pelanggan PDAM lebih baik Surabaya.

Air dimonopoli PDAM. Tidak ada perusahaan pesaing. Artinya, tidak ada kompetisi untuk saling unjuk pelayanan terbaik. Kondisi tersebut, menurut Said, memang menjadi tantangan berat PDAM. ’’Jangan sampai ada pikiran karena monopoli penentuan tarif bisa sak karepe dewe,’’ jelas pria yang tinggal di kawasan Kembang Kuning tersebut.

Dirut PDAM Mujiaman Sukirno menerangka­n, pihaknya tengah mengupayak­an pengukuran meter air yang adil. Menurut dia, selama ini sistem menghitung meteran pelanggan terbukti tidak akurat. Hal itu terlihat dari grafik pelanggan yang pemakaian airnya datar. Padahal, pemakaian setiap bulan tidak mungkin sama. ’’Yang adil itu petugas diizinkan masuk dan cek kondisi sebenarnya,’’ jelas Dirut yang baru setahun menjabat tersebut.

Dia menerangka­n sistem penghitung­an otomatis sedang disiapkan untuk mempertaja­m akurasi pencatatan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia