Urus SKM Masih Harus Wira-wiri
Dewan Usul Revisi Perwali
SURABAYA – Penetapan Peraturan Wali Kota Nomor 23 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Miskin (SKM) dikritisi kalangan dewan. Pengurusan surat untuk warga tak mampu itu dianggap masih ribet dan berbelit-belit.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya Baktiono sudah membaca seluruh isi perwali tujuh halaman itu. Yang dipermasalahkan pertama adalah penjudulan. Menurut dia, kata miskin seharusnya tidak dipakai. ’’Itu zaman Presiden SBY. Cobalah pakai kata yang lebih santun. Misalnya tidak mampu,’’ jelas politikus PDIP tersebut.
Dia juga menyayangkan pengurusan SKM yang masih berbelitbeli. Ada sembilan syarat yang dicantumkan. Mulai syarat administratif, KTP, KSK, surat RT/RW, hingga kelurahan. Selain itu, surat pernyataan yang menerangkan bahwa yang bersangkutan benarbenar miskin dan belum terdaftar dalam kepesertaan BPJS.
Bukan itu saja, ada juga fotokopi surat keterangan hasil pemeriksaan kesehatan pemohon yang dikeluarkan dokter. ’’Sampai sini saja wira-wirinya sudah berapa kali,’’ kata dia.
Belum lagi surat keterangan gaji yang dikeluarkan perusahaan. Gaji warga miskin ditetapkan di bawah upah minimum kota (UMK) Rp 3,5 juta. Padahal, SKM tersebut ada agar warga mendapat bantuan iuran untuk meng- cover BPJS. ”Pemkot tak seharusnya membuat keluarga yang sedang kesusahan semakin terbebani,” ujarnya.
Baktiono menyatakan, pemkot tidak akan merugi apabila banyak warga yang mengurus SKM. Menurut dia, warga tidak mungkin memanipulasi data bahwa dirinya miskin. Karena itu, syarat pengurusan SKM cukup pengantar RT/RW. ’’Yang tahu dia itu benar-benar tak mampu kan RT-nya. Jadi, lurah seharusnya percaya.
Pemkot tak seharusnya membuat keluarga yang sedang kesusahan semakin terbebani.”
BAKTIONO Anggota Komisi B DPRD Surabaya