Hari Ghulur dan Sila ke Amerika
Mewakili Asia Ikuti International Choreographers Residency (ICR)
SURABAYA – Hari Ghulur, 31, memulai gerakan tariannya dengan duduk bersila. Seniman tari asal Sampang, Madura, itu memperlihatkan keluwesan tubuhnya saat menari. Namun, tetap maskulin. Materi awal tarian berjudul Sila yang dibawakannya di Pendapa STKW kemarin (11/6) bakal menjadi bekalnya ke International Choreographers Residency (ICR) dalam event American Dance Festival (ADF).
Hari mengirimkan pesan budaya Indonesia melalui seni olah tubuh. Komposisi tarian yang dia bawakan lebih banyak mengambil pola lantai yang rendah. Misalnya, duduk sila dengan posisi teratai utuh, yaitu kedua telapak kaki diletakkan di atas paha.
Gerakan demi gerakan dilakoni Hari dengan penuh penjiwaan. Mimik wajahnya ikut bercerita. Misalnya, kala dia duduk bersila dan memainkan tangannya di udara. Jari-jarinya bergerak lentik mengikuti arah tubuhnya yang berotot. Dia juga menunjukkan pose bak seseorang yang tengah melaksanakan salat.
Ketika mulai berdiri, ritme-ritme langkah Hari tertata. Dia lantas mengawali bagian aksi tari dengan tubuh berdiri. Kebolehannya melakukan salto dan gerakan-gerakan yang memerlukan keseimbangan dikemas dengan gerakan tangan khas remo yang cepat. Terapik, Hari membentuk lingkaran dengan berputar telungkup sebanyak sepuluh kali. Lututnya menjadi penopang saat dia memutar badan sembari duduk bersila teratai utuh.
Hari mengatakan bahwa inspirasi utama materi tarian yang bakal diolahnya selama menjalani enam minggu residensi di Durham, North Carolina, Amerika Serikat, tersebut adalah kebudayaan lokal. ”Orang Indonesia lekat sekali dengan kultur duduk sila. Down, melihat dekat dengan tanah, lebih membumi dengan alam,” ujar Hari di sela-sela geladi resiknya kemarin.
Menurut dia, identitas seorang penari bisa dilihat jelas dari ide-ide yang dikaryakan. Termasuk mengawinkan konsep muatan lokal dengan tarian gaya kontemporer yang sekarang tengah digarapnya. ”Karyanya bisa universal. Maknanya tetap tercipta dari proses empiris yang terjadi dalam diri saya. Seperti gerakan tangan tadi ya hasil panggilan nurani saja mengikuti napas ketubuhan saya,” tutur Hari.
Dia mengaku bahwa dua kawannya dari Nigeria dan Jerman menjadi pemicu munculnya ide Sila. ”Mereka selalu bertanya ketika saya duduk sila. Kenapa kok orang Indonesia suka duduk repot begitu, di bawah lagi,” ujarnya, lalu tertawa. Salah satu tantangan bagi Hari dalam menciptakan materi itu adalah kemampuannya keluar dari ciri khas tarian ciptaan sebelumnya yang juga produktif ditampilkan, seperti Ghulur dan Gebel.
Hari ini Hari bertolak dari Surabaya ke Durham. Di sana, Hari bakal menjadi narasumber workshop, mengikuti master class, dan tentunya menggodok tari Sila untuk ditampilkan di atas panggung ADF. Selain Hari, tiga koreografer Asia yang terpilih berasal dari Kamboja, Vietnam, dan Thailand.