Hidupkan Lagi Jalur Perdagangan
BUDAYA masyarakat sungai di Surabaya sangat kental di era pemerintah kolonial Belanda. Namun, perahu-perahu dagang tak lagi masuk hingga ke tengah kota semenjak Jembatan Petekan yang bisa dibuka tutup mengalami kerusakan. Sebagai gantinya, jembatan beton Jalan Jakarta dibangun.
Jarak muka air dengan konstruksi jembatan itu hanya 2 meter. Jadi, hanya perahu kecil yang bisa melintas di bawahnya. Perlahan, jalur perdagangan sungai pun digantikan dengan jalur darat.
Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Ali Yusa mengatakan, upaya menghidupkan budaya masyarakat sungai tidak cukup hanya dengan merevitalisasi perahu tambang. Itu hanya koneksi penyeberangan. Koneksi antarwilayah dengan mamanfaatkan sungai juga sangat diperlukan. ”Mulai dari yang simpel. Bisa jalur perdagangan pasar ke pasar,” jelasnya.
Pemanfaatan sungai untuk transportasi masal jalur utara–selatan juga sangat mungkin dilakukan. Apalagi, realisasi proyek trem Joyoboyo–Jembatan Merah Plasa masih terkendala dana. Proyek angkutan masal berbasis kereta api itu butuh dana hingga Rp 4 triliun. Nyaris separo kekuatan APBD Surabaya.
Saat ini fungsi trem masih digantikan Bus Suroboyo. Namun, banyak pengguna bus yang mengeluhkan waktu tempuh bus tersebut. Dari Bungurasih hingga ke JMP bisa memakan waktu sampai 2 jam. Sebab, jalur yang dilalui bus tersebut macet.
Tetapi, menghidupkan transportasi air ada kendalanya. Anak Sungai Brantas itu dibendung di daerah Kayoon. Perlu dibuat pintu air khusus agar perahu bisa melintas.
Ada juga kendala sedimentasi sungai. Di beberapa bagian, ketinggian sungai hanya 50 cm. Jika air laut sedang surut, sedimen itu terlihat jelas di pinggiran sungai.