Puasa, Latihan Tetap Dua Kali Plus Sesi Tambahan setelah Tarawih
Perlakuan setara dari pemerintah turut melecut semangat para penyandang disabilitas yang mengisi skuad boccia Indonesia. Ada yang rela menyerahkan usaha kepada kakak agar bisa ikut pemusatan latihan.
KURSI roda berjejer tidak beraturan. Tangan-tangan sang tuan mengayun dengan pelan. Berputar mengelilingi ruangan seluas 200 meter persegi.
Itu baru tahap pemanasan. Selanjutnya fase teknik. Pada Kamis siang tiga pekan lalu di Aula Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Solo itu
PEMUSATAN LATIHAN: Pemain dan pelatih tim boccia Indonesia yang dipersiapkan menuju Asian Para Games 2018. Foto kanan, Awang Sabdo (kiri) dan Felix Yudha saat berlatih di aula YPAC Solo (24/5).
(24/5), delapan atlet cabang olaraga (cabor) boccia itu pun dipasankan.
Bersiap membidikkan enam bola merah dan biru yang dipegang masing-masing J
Mengasah kemampuan sebelum membawa nama bangsa di Asian Para Games pada Oktober mendatang.
***
Awalnya, boccia merupakan permainan strategi yang diperuntukkan para penyandang cerebral palsy (CP). Ia resmi jadi cabor sejak dipertandingkan di Paralimpiade New York, Amerika Serikat, pada 1984.
Namun, para atlet difabel Indonesia bisa dibilang terlambat menggeluti cabor itu.
”Sejak 2010 saya mengajar, saya secara tidak langsung mengenalkan boccia kepada anak didik saya. Walaupun dengan regulasi yang masih terbatas,” terang Sigit Fredi Hartanto, pelatih tim boccia Indonesia, kepada Jawa Pos.
Untuk memulai permainan, bola jack (berwarna putih) dilempar dulu. Berikutnya, pemain pemegang bola mendapatkan kesempatan melanjutkan permainan. Caranya, melempar bola mereka (biru atau merah) agar lebih dekat ke bola jack.
Di boccia, ada tiga kategori: perseorangan, beregu, dan pasangan. Yang beregu terdiri atas tiga pemain, yang pasangan dua pemain. Tim Indonesia dipersiapkan untuk turun di tiga nomor tersebut.
Untuk perseorangan, tiap pemain berkesempatan melempar bola enam kali. Untuk beregu, tiap pemain berkesempatan melempar bola dua kali. Adapun di kategori pasangan, kesempatan melempar bola tiga kali.
Di tiap nomor, atlet berlomba melemparkan bola sedekat-dekatnya dengan bola jack. Yang paling dekat dapat poin paling tinggi.
Para atlet bermain dalam arena permainan yang berbentuk persegi panjang. Berukuran 6 x 12 meter. Pemenang adalah yang berhasil mengumpulkan poin tertinggi secara akumulatif dalam empat babak (perseorangan dan pasangan) serta enam babak (beregu).
***
Pemusatan latihan nasional tim Indonesia dimulai Januari lalu. Tapi, sebelumnya didahului dengan seleksi nasional pada 18–19 Desember lalu di Solo.
Setelah melalui promosi-degradasi, kini skuad Indonesia terdiri atas murid dan alumni YPAC Solo. Semua penyandang cerebral palsy. Fendi Kurnia Pamungkas salah satunya.
Fendi sebenarnya sudah punya usaha servis telepon seluler di Karanganyar, Jawa Tengah. ”Tapi, setelah ada panggilan seleksi di tim boccia, saya serahkan bisnis sementara kepada kakak,” ujar Fendi.
Bagi Fendi dan rekan-rekan setim, panggilan membela skuad boccia Indonesia adalah kesempatan yang tak boleh disiasiakan. Apalagi, pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada para atlet yang tampil di Asian Games maupun Asian Para Games. Mulai dari segi fasilitas latihan hingga bonus yang dijanjikan.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menjanjikan bonus Rp 1,5 miliar kepada peraih emas di dua ajang tersebut. Itu berlipat 240 persen ketimbang bonus di ajang yang sama pada 2014 di Incheon, Korea Selatan. Saat itu para atlet diganjar Rp 400 juta untuk setiap keping medali emas yang mereka raih.
Para atlet juga mendapatkan kesempatan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kemenpora. ”Bagi saya, Asian Para Games menjadi wadah bagi kami unjuk gigi kalau kami bisa,” ujar Fendi.
***
Bulan puasa sama sekali bukan alasan bagi tim pelatih untuk mengurangi porsi latihan. Fendi dkk tetap digembleng dua sesi latihan tiap hari: pagi dan sore.
Bahkan, tim pelatih yang dikomandani Sigit masih memberikan latihan tambahan setelah makan malam. Atau setelah menunaikan salat Tarawih.
”Saya melihat, anak-anak butuh latihan tambahan. Apalagi, lawan mereka (di Asian Para Games) punya pengalaman di Paralimpiade,” kata Sigit.
Para atlet pun menyambut tantangan dari pelatih itu dengan antusias. Seperti disaksikan Jawa Pos pada Kamis tiga pekan lalu, mereka berlatih serius. Tanpa mengeluh.
Sigit yang merupakan pengajar pendidikan jasmani di YPAC Solo dibantu lima mahasiswa Jurusan Pendidikan Kepelatihan Universitas Sebelas Maret sebagai pendamping. Mereka tak hanya membimbing di dalam lapangan, tapi juga menjadi kawan ketika latihan telah selesai.
Sigit dan timnya disebar di setiap kamar yang ditempati para atlet di Hotel Kusuma Sahid, Solo. Sering kali mereka juga membantu para atlet melakukan keperluan pribadi. Misalnya, berganti pakaian.
Meski tak dibebani target khusus, tak perlu disangsikan komitmen mereka. Sama gigihnya dengan rekan-rekan mereka yang tengah bersiap menuju Asian Games.
”Kami ingin membuat Indonesia bangga dengan perjuangan kami,” kata Fendi.