Koalisi Saudi Serbu Yaman
Houthi Ancam Serang Laut Merah
SANAA – Saudi melaksanakan niatnya. Pasukan koalisi yang mereka pimpin kemarin pagi (13/6) menyerang al Hudaida dari udara dan laut. Pasukan pemerintah Yaman ikut ambil bagian dengan menyerang dari darat. Mereka mengepung basis Houthi di Hudaida dari segala arah.
Diperkirakan, serangan itu menjadi pertempuran terbesar antara pasukan koalisi dan pemberontak Houthi. Berdasar laporan Al Arabiya, pasukan koalisi sudah menguasai Distrik Nekheila, Hudaida.
Dalam pernyataan yang dirilis pemerintah Yaman, mereka menegaskan telah menempuh berbagai cara agar pemberontak Houthi hengkang dari Hudaida. Baik itu cara politik maupun perdamaian. Sayangnya, tidak ada yang berhasil. Sebelumnya, Saudi dan Yaman memberikan deadline agar Houthi mundur baik-baik. Batas akhirnya adalah Selasa tengah malam (12/6). Tetapi, Houthi tidak mau menyerah tanpa perlawanan.
’’Pembebasan pelabuhan Hudaida adalah titik balik perjuangan kami untuk mengambil kembali Yaman dari militan yang menguasai area itu demi memenuhi agendaagenda asing,’’ bunyi pernyataan dari Pemerintah Yaman sebagaimana dilansir Reuters.
Pemerintah dan Saudi yakin bahwa pelabuhan Hudaida selama ini digunakan untuk menyelundupkan senjata bantuan dari Iran ke Houthi. Militan yang disokong Iran itu memang hanya menguasai satu pelabuhan, yaitu pelabuhan di Hudaida tersebut. Iran maupun Houthi menampik tudingan Saudi.
Mohammed Ali al-Houthi yang memimpin para pemberontak mengancam bakal menyerang kapal-kapal pengangkut minyak di Laut Merah jika mereka sampai diserang. Target utamanya adalah kapal minyak milik negara-negara anggota pasukan koalisi.
Televisi Al Masirah yang dioperasikan Houthi menyatakan bahwa mereka sudah menembakkan misil ke dua kapal tongkang. Namun, belum ada konfirmasi dari pasukan koalisi apakah serangan tersebut benar atau klaim belaka.
Koordinator Kemanusiaan PBB di Yaman Lise Grande Jumat (8/6) memperingatkan bahwa serangan ke Hudaida bisa membuat krisis kemanusiaan di Yaman kian parah.
Ada tempat khusus di neraka bagi para pemimpin negara yang berdiplomasi dengan Presiden Donald J. Trump tanpa iktikad baik dan kemudian berusaha menikamnya dari belakang.”
PETER NAVARRO PENASIHAT PERDAGANGAN GEDUNG PUTIH
Kalimat itu merujuk pada PM Kanada Justin Trudeau seusai forum G7 pekan lalu. Tapi, Navarro lantas minta maaf. (*)