Jawa Pos

Minta Kelonggara­n Aturan KPR

-

SURABAYA – Pengembang properti meminta kelonggara­n regulasi kredit pemilikan rumah (KPR). Itu sejalan dengan tren peningkata­n cara bayar menggunaka­n KPR.

Head of Marketing Pakuwon Group Hario Utomo menyatakan, langkah pemerintah mengeluark­an sejumlah regulasi terkait KPR terutama untuk melindungi konsumen. Namun, regulasi tersebut dinilai merugikan pembeli. Sebab, harga properti menjadi lebih mahal.

’’Karena pembeli terpaksa menggunaka­n cara bayar in house ke developer sehingga cicilannya tinggi. Sementara kalau bisa KPR, pengembang terima uang dari bank, harga cicilan bisa murah,’’ tuturnya.

Secara umum, tahun ini properti menunjukka­n perkembang­an positif. ’’Meski demikian, pengembang tetap harus berusaha keras,’’ kata Hario. Terlebih, banyak pengembang properti yang juga meluncurka­n produk-produk baru.

GM Finance Pakuwon Group Fenny menambahka­n, sekarang banyak proyek Pakuwon yang pembanguna­nnya hampir tuntas. Misalnya, apartemen Andersen yang siap serah terima. Sejalan dengan tuntasnya pembanguna­n, pihaknya merasakan adanya kenaikan penjualan dengan mekanisme KPR.

’’Jumlah realisasi KPR ada kenaikan di atas 25 persen. Tahun ini banyak proyek yang hand over sehingga yang jatuh tempo bisa langsung masuk KPR,’’ jelasnya. Secara persentase, mereka yang menggunaka­n KPR lebih banyak mencapai 55 persen. Sisanya, cash dan in house, tercatat 45 persen. Persentase cara bayar KPR memang tidak sebanyak sebelum terjadi pengetatan regulasi KPR pada 2013 yang sempat mencapai 80 persen.

’’Kami menunggu gubernur Bank Indonesia yang baru memperlong­gar aturan KPR,’’ lanjut Fenny. Yakni, kebijakan KPR inden. Sekarang hanya pembeli rumah pertama dan kedua yang boleh mengajukan KPR inden. ’’Padahal, pembeli KPR itu bukan hanya rumah pertama dan kedua,’’ tambahnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia