SERIUS NGE-GAME, NGE-GAME SERIUS
Zaman sudah bergeser. Bermain mobile game tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Para pemain yang sudah pro mereguk banyak keuntungan. Termasuk mendulang prestasi yang membanggakan negara.
MULAI tahun ini, Panpel Asian Games 2018 memasukkan e-sport sebagai salah satu cabor yang dipertandingkan. Sifatnya masih ekshibisi. Artinya, para atletnya akan bertanding untuk memperebutkan medali. Namun, kemenangan mereka belum dimasukkan dalam perolehan kontingen negaranya.
Ada enam mobile game yang dipertandingkan. Salah satunya, Arena of Valor (AoV). Lima challenger –sebutan pemain AoV– sudah terpilih dari beberapa tim besar. Mereka adalah Glen Richard Pangalila ’’DG Kurus’’ sebagai observer, Farhan Akbari Ardiansya ’’EVOS Hans’’ (DS Laner), Hartawan Muliadi ’’GGWP Wyvorz’’ (Abyssal Laner), Ilham Bahrul ’’GGWP Uugajah’’ (Jungler), dan Muhammad ’’EVOS Ahmad’’ (Midlaner)
Mereka mewakili Indonesia dalam pesta olahraga yang berlangsung pada 18 Agustus–2 September mendatang di Jakarta dan Palembang tersebut.
Henrikus Wibisono Teja, head production sekaligus coach AoV tim Evos, mengungkapkan, untuk kali pertama, AoV dikompetisikan di ajang multicabor. Ditemui pada Minggu (10/6) di sebuah kafe di Jalan Sumatera, Surabaya, Henri membeberkan cerita di balik layar para challenger.
Dia menyatakan, AoV merupakan game baru yang menjanjikan bagi para professional player. ’’Ini game
yang bisa dijadikan pekerjaan berdasar hobi ketika benar-benar diolah dengan baik. Di luar negeri, sekarangajagamer bisa digaji sampai USD 4 ribu per bulan,’’ ujarnya. Dia menjelaskan, para
professional player yang tergabung dalam sebuah tim seperti tim Evos tak hanya nge-game, lantas menerima gaji per bulan. Tetapi, mereka menjalani rutinitas yang sudah terjadwal dengan rapi setiap hari di gaming house. Serupa atlet olahraga, mereka harus disiplin. Kegiatan biasa dimulai pukul 12.00 hingga malam. Jadwal kegiatannya teratur layaknya training camp.
’’Para pemain nggak nge-game
terus sepanjang hari sampai kecanduan. Durasi nge-game sehari antara dua sampai tiga jam. Selebihnya, mereka diberi skill teknik marketing dan bisnis,’’ jelas lelaki yang hobi ngegame sejak usia 5 tahun tersebut.
Selain itu, lanjut Henri, mereka dibekali brifing, review analisis belajar, leadership, hingga personality training seperti problem solving. Menurut Henri, salah satu tantangan dalam pelatihan atlet AoV adalah membangun kemampuan komunikasi yang lebih baik. Dia tak memungkiri bahwa para challenger umumnya pendiam. Mereka perlu diberi pelatihan khusus yang bisa membantu menciptakan interaksi sosial yang lebih intens dengan orang lain. Semua soft skill itu diperlukan demi membangun karakter para pemain. ’’Mereka digembleng secara moral, attitude, maupun mentality,’’ ujarnya.
Muhammad Soleh, pengurus Komunitas AoV Surabaya, menuturkan bahwa orang tua sudah tak perlu terlalu khawatir dan melarang keras saat anaknya memiliki minat besar dengan dunia mobile game. Menurut Soleh, yang perlu dilakukan orang tua adalah menerapkan jadwal nge-game
yang teratur. Jadi, aktivitas ngegame tak hanya menjadi kegiatan membuang waktu yang tak produktif.
Evos adalah organisasi yang berdiri sejak2016danmenaungiprofessional player dari berbagai e-sport. Gaming house-nya berada di Jakarta. Dari tim tersebut, dua arek Suroboyo
ikut dalam laga Asian Games untuk memperkuat tim AoV Indonesia. Yaitu, Henri yang sudah digadanggadang menjadi salah seorang coach timnas dan seorang challenger
Farhan Akbari Ardiansyah. ’’Kalau ditanya apa kaitan Evos sama Asian Games, tenaga dua anggota Evos disumbangkan ke timnas,’’ ucap alumnus SMA Ciputra tersebut.
Dia sudah pernah ikut mengantar anak didiknya di Evos ke beberapa laga kompetisi. Evos menaungi 20 atlet dari enam e-sport. Tiga hari setelah wawancara, Henri menyusul tim Evos berlatih di Thailand. Selain untuk Asian Games, para anggota Evos mempersiapkan diri bertanding dalam AoV World Campionship 2018 yang diselenggarakan di Los Angeles pada 13–29 Juli mendatang.