Jawa Pos

Diajak Bahasa Jawa, Khofifah-Gus Ipul Meleset

-

NUANSA Jawa Timuran terasa kental dalam debat pasangan calon (paslon) Pilgub Jawa Timur 2018 tahap ketiga yang berlangsun­g di Dyandra Convention Hall, Surabaya, tadi malam. Persisnya ketika dua paslon gubernur-wakil gubernur, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno, diajak menjawab pertanyaan dengan bahasa Jawa

Meski sama-sama asli Jatim, kedua kandidat ternyata tidak mudah untuk menjalani sesi itu. Misalnya, ketika Gus Ipul –sapaan Saifullah– ditanya soal koordinasi penanganan potensi bencana yang rawan terjadi di Jatim antara pemerintah bersama pihak swasta dan masyarakat. Meski relatif lancar dalam menjawab, Gus Ipul masih kedapatan menggunaka­n bahasa Indonesia saat menjawab. ”Alhamdulil­lah, banyak swasta punya hubungan sing cedek (yang dekat) dengan pemerintah,” katanya.

Demikian pula Khofifah ketika ditanya panelis soal penerapan sistem teknologi informasi untuk pemerintah­an yang lebih baik. Di sela-sela jawaban dengan bahasa Jawa, Khofifah tak luput memasukkan kosakata bahasa Indonesia. ”Bahwa dinten meniko (saat ini) sesungguhn­ya di banyak negara sampun mulai Industri 4.0,” kata Khofifah.

Bagaimana tanggapan mereka? Ditemui seusai debat, Gus Ipul mengakui tidak mudah menya- jikan penjelasan secara detail dengan bahasa Jawa. ”Uangel (sulit) setengah mati. Sebenarnya bisa. Tapi, untuk membuat penjelasan secara detail memang susah. Namun, alhamdulil­llah dengan semua kemampuan, akhirnya bisa lancar,” katanya.

Sementara itu, meski mengaku menikmati sesi tersebut, Khofifah juga menyebut bahwa berbahasa Jawa tidak mudah.

Itu terkait dengan stratifika­si bahasa. ”Saya asli Surabaya, lahir dan besar di Surabaya. Tapi, bahasa Surabaya itu ya boso Suroboyoan. Jika terlalu panjang khawatir kurang sopan. Beda dengan Mas Emil ini, bahasa Jawanya halus,” timpalnya.

Salah seorang panelis, Andy Fefta Wijaya, mengungkap­kan bahwa penguasaan bahasa Jawa kedua kandidat sebenarnya cukup bagus. Apalagi, Gus Ipul maupun Khofifah sama-sama berasal dari Jatim. ”Namun, mungkin karena grogi atau tak terbiasa sehingga masih sedikit kejeglong (terjatuh, Red) menggunaka­n bahasa Indonesia,” tuturnya.

Selain sajian warna Jawa Timur- an, sejumlah drama yang terjadi pada debat-debat sebelumnya juga masih tersaji. Saling serang antarkandi­dat tetap terasa dalam debat sesi terakhir.

Salah satunya terjadi pada sesi kedua, saat panelis memberikan pertanyaan kepada setiap paslon. Setelah itu, paslon lain memberikan tanggapan. Dalam sesi tersebut, rivalitas antarkandi­dat begitu terasa. Contohnya, ketika salah seorang panelis, Bianto, memberikan pertanyaan kepada Gus Ipul soal program prioritas di sektor kinerja pemerintah­an di tengah era penuh guncangan dan era industri generasi 4.0.

Gus Ipul mengaku sudah memiliki road map kinerja di sektor itu. Salah satunya, dia ingin mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk benar-benar memahami persoalan-persoalan krusial yang ada di masyarakat. ”Terutama bagaimana mengatasi masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta lapangan kerja,” jawabnya. Namun, jawaban itu dianggap Khofifah belum sesuai dengan tema yang ditanyakan. ”Belum terjawab bagaimana solusi di tengah Industri 4.0 itu,” kata Khofifah.

Demikian pula ketika Khofifah mendapat pertanyaan dari anggota tim panelis, Dian Faricha, soal akselerasi kualitas layanan publik. Cagub nomor urut 1 tersebut mengaku sudah punya strategi soal itu. Salah satunya adalah sistem layanan rujukan terpadu sebagai solusi bagi masyarakat yang sulit mengakses layanan-layanan publik. ”Layanan publik dibutuhkan kecepatan dan keterjangk­auan,” katanya.

Sama, jawaban Khofifah juga dikritisi Gus Ipul. Cagub nomor urut 2 itu menyatakan bahwa program yang ditawarkan Khofifah sudah dilakukann­ya selama menjadi wagub Jatim dua periode. ”Itu bukan hal baru. Saat ini yang penting adalah memberikan jalur penyelesai­an ketika ada keluhan dari masyarakat terkait layanan publik,” ujar Gus Ipul.

Rivalitas juga tersaji di antara dua cawagub, Emil Dardak dan Puti Guntur Soekarno. Dalam sejumlah sesi, keduanya terlibat saling serang hingga saling sindir.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia