PARA JAGOAN SUPRANATURAL DI LANTAI DANSA
Sejak PaRappa Rappa dirilis untuk mesin PlayStation 22 tahun silam, game ritmik menjadi genre yang semakin mapan. Bagi yang belum kenal, genre itu mengajak pemain menekan tombol-tombol tertentu sesuai dengan instruksi visual dan irama musik. Gerakan tangan dan alunan lagu akan berpadu, menimbulkan sensasi tersendiri, sekaligus menghasilkan permainan yang intuitif. Sudah cukup banyak serial game ritmik yang beredar. Misalnya, Dance Dance Revolution milik Konami dan Hatsune Miku: Project Diva milik Sega. Pada 2015, Atlus menceburkan diri ke genre tersebut. Andalannya adalah serial RPG Shin Megami Tensei: Persona yang para karakternya diboyong ke lantai dansa. Sejumlah remaja yang biasanya bertualang memasuki dunia penuh makhluk supranatural kali ini menggerakkan tubuhnya seirama lagu dalam Persona 4: Dancing All-Night. Resepnya memang ampuh. Persona belakangan jadi salah satu RPG terpopuler. Para karakter rancangan Shigenori Soejima –yang berkiprah sejak seri ketiga– sangat disukai. Ditambah desain busana yang gaul serta koreografi yang memikat, Persona 4: Dancing All Night sukses besar di mesin portabel PlayStation Vita. Tak heran, Atlus melanjutkan dengan seri Persona lainnya. Seri mana yang digarap berikutnya? Atlus tak mau menganaktirikan antara para penggemar seri kelima dan seri ketiga. Keduanya dikerjakan dan dirilis bersamaan sebagai Persona 5: Dancing Star Night (Amerika: Persona 5: Dancing in Starlight) dan Persona 3: Dancing Moon Night (Amerika: Persona 3: Dancing in Moonlight). Membuat dua game sekaligus tentu proyek yang ambisius, tapi lebih menantang lagi dalam hal memasarkannya. Meski konsep dasarnya serupa, Atlus merancang kedua game bukan sekadar ”game yang sama dengan deretan karakter yang berbeda”. Para karakter Persona 5 akan menampilkan gaya tari yang realistis, sedangkan para karakter Persona 3 mengandalkan gerakan badan yang akrobatik. Tata letak ikon kedua game juga dibuat berlainan. Dibandingkan Persona 4: Dancing All Night yang keluaran tiga tahun silam, Persona 5 Dancing dan Persona 3 Dancing tampak lebih bagus. Gambarnya lebih mendetail dengan animasi yang lebih luwes. Yang mungkin dianggap kekurangan adalah absennya Story Mode. Dalam prekuelnya, para karakter mengikuti suatu skenario yang membawa mereka menghadapi rangkaian ”pertempuran” berupa adu tari. Kini misi pemain hanyalah membuka akses berbagai lagu, gaya tari, kostum, dan rekan tari. Sebagai kompensasi, ada fitur interaksi antarkarakter yang cukup intens di Velvet Room. Pada dua seri simultan tersebut, Persona Dancing tersedia pula untuk mesin PlayStation 4.