Terindikasi Berada di Kedalaman 490 Meter
KM Sinar Bangun yang Tenggelam di Danau Toba
JAKARTA – Secercah harapan muncul dalam pencarian korban tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun. Kemarin (24/6) tim SAR mendeteksi objek menyerupai kapal di kedalaman 490 meter
Tim gabungan akan melakukan analisis untuk memastikan apakah itu bangkai KM Sinar Bangun atau bukan.
”Ada indikasi, kita (Basarnas, Red) menemukan objek itu di kedalaman kurang lebih 490 meter,” kata Kepala Basarnas Marsekal Madya M. Syaugi kepada Metro Siantar (Jawa Pos Group). ”Kalau dari sini (Pelabuhan Tigaras), itu arahnya barat daya kurang lebih 3 kilometer. Apa itu KM Sinar Bangun? Kita belum tahu, tapi kita sudah kasih tanda pakai jangkar,” jelasnya.
Penemuan tersebut menjadi kemajuan yang sangat berharga dalam pencarian kapal beserta 189 penumpang yang belum ditemukan. Indikasi lokasi KM Sinar Bangun yang tenggelam 18 Juni lalu itu didapatkan setelah Basarnas mendatangkan side scan sonar dan multibeam echosounder. Alat tersebut sebenarnya sama dengan alat yang dimiliki Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI-AL (Pushidrosal) yang diterjunkan lebih dulu. Namun, alat milik Basarnas bisa mencapai kedalaman hingga 2.000 meter. Berbanding 675 meter milik Pushidrosal.
Berdasar data dari Basarnas, posisi yang terindikasi titik KM Sinar Bangun berjarak sekitar 786 meter dari lokasi perkiraan awal. Berada sekitar 2 kilometer sampai 2,5 kilometer arah barat daya dari posko utama tim SAR di Pelabuhan Tigaras.
Kapushidrosal Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro menyatakan, laporan tentang temuan objek tersebut didapatkan sekitar pukul 15.30 WIB. Namun, unit survei tanggap darurat sudah mendapat informasi temuan objek terindikasi bangkai KM Sinar Bangun menjelang siang.
Harjo menyampaikan bahwa analisis objek terindikasi KM Sinar Bangun memang dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh anggota tim gabungan. ”Apakah itu kapal yang tenggelam atau yang lain, itu perlu dicocokkan nanti,” tutur dia ketika diwawancarai Jawa Pos kemarin.
Dalam urusan pencarian dan penyelamatan, analisis tersebut penting karena akan turut berpengaruh terhadap langkah lanjutan yang bakal diambil tim SAR. Apalagi jika mengingat kecelakaan kapal di Danau Toba bukan kali pertama terjadi. ”Jadi, harus diidentifikasi. Tentang ukurannya, kemudian bentuknya, segala macam itu,” beber Harjo.
Hasil identifikasi tersebut kemudian dicocokkan dengan data-data KM Sinar Bangun yang ada. Apabila memang sesuai, upaya evakuasi bisa dilakukan. Bagaimana proses evakuasi? Semua bergantung kesepakatan bersama tim SAR.
Meski demikian, dengan berbagai pertimbangan data sementara serta situasi dan kondisi yang kali terakhir dilaporkan, sangat mungkin upaya evakuasi atau pengangkatan bangkai KM Sinar Bangun harus dilakukan dengan alat khusus. ”Yang kirakira mampu untuk mengangkat kapal dari kedalaman sekitar 490 meter itu,” imbuhnya.
Untuk urusan tersebut, tim SAR tidak mungkin hanya meng- andalkan penyelam. Berdasar pengalaman evakuasi objek dari kedalaman air, sambung Harjo, tim SAR perlu bantuan robot. Pertama, untuk memastikan kondisi kapal di dalam air. Selanjutnya, guna memulai proses evakuasi. Untuk kebutuhan pertama, ROV atau remotely operated underwater vehicle bisa diandalkan. Sedangkan untuk proses evakuasi dibutuhkan alat lain. ”Kalau prosedur yang biasa itu dengan balon,” katanya.
Tapi, memasang balon yang mampu mengangkat bangkai KM Sinar Bangun dari kedalaman 490 meter bukan perkara mudah. Harjo menuturkan, penyelam tidak mungkin dipaksakan turun sampai kedalaman itu. Sebab, langkah tersebut sangat berat dan boleh dibilang mustahil dilakukan. ”Mengandalkan kemampuan manusia di kedalaman 490 meter itu sangat tidak memungkinkan,” ujarnya.
Lantas, langkah apa yang akan dilakukan tim SAR? Semua masih dikoordinasikan. Yang pasti, Harjo dengan tegas menyampaikan bahwa seluruh tim bekerja untuk menuntaskan operasi pencarian bangkai dan korban hilang KM Sinar Bangun. Sebab, sangat mungkin masih ada korban yang terjebak di dalam kapal tersebut. ”Pastinya demikian (ada korban di dalam kapal, Red),” imbuhnya.
Keterangan itu disampaikan Harjo lantaran laporan korban hilang oleh masyarakat kepada petugas mencapai ratusan orang. Sedangkan jumlah korban yang ditemukan tidak kunjung bertambah. Sampai kemarin data menyebutkan bahwa yang selamat dan sudah dievakuasi hanya 18 orang. Sedangkan tiga korban lain yang ditemukan sudah meninggal dunia.
Lebih lanjut Harjo menyampaikan, dengan tekanan air pada kedalaman 490 meter, tubuh manusia belum tentu mampu bertahan. Termasuk tubuh korban KM Sinar Bangun yang terjebak di dalam kapal tersebut. Apalagi ditambah waktu yang sudah berlalu selama sepekan sejak kapal nahas tersebut tenggelam. ”Bisa hancur,” imbuhnya. Sebab, rata-rata tekanan air bertambah sebanyak satu atmosfer setiap kedalaman 10 meter.
Soal kompleksitas pencarian bangkai KM Sinar Bangun dengan operasi SAR lainnya, Harjo menjelaskan bahwa yang sempat menjadi kendala hanya peralatan. Sebab, side scan sonar maupun multibeam echosounder yang dibutuhkan harus diangkut ke Danau Toba. ”Kami bawa tidak bisa dengan kontainer, menggunakan pesawat kargo,” ungkapnya.
Dengan beragam alat pendukungnya, dua peralatan tersebut memang tidak mudah dipindahkan. Padahal, yang dipakai untuk operasi SAR di Danau Toba hanya alat portabel. Bukan alat yang sudah terinstal di kapal. ”Kalau yang di kapal bisa (deteksi) sampai 6.000 meter,” kata Harjo.
Alat itu biasa dipakai di laut. Lebih lanjut Harjo menerangkan bahwa karakter Danau Toba mirip dengan laut-laut dalam di Indonesia. ”Laut Banda, Laut Sulawesi, itu daerah-daerah yang dalam. Serta Selat Makassar.”