Pemilih Tambahan hingga Akurasi DPT
Permasalahan Jelang Coblosan Pilkada Tak Pegang E-KTP Tetap Punya Hak Pilih
SURABAYA – Waktu pemungutan suara pilkada tinggal dua hari lagi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim merilis hasil pemetaan potensi kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS). Hasilnya, cukup banyak potensi permasalahan yang ditemukan. Bukan hanya problem seputar data pemilih
Lembaga pengawas itu juga menemukan masalah kesiapan pemungutan suara di TPS.
Pemetaan kerawanan dalam masa coblosan pilgub dilaksanakan Bawaslu dan seluruh panwaslu kabupaten/kota sejak 10 hingga 22 Juni. Pantauan itu melibatkan 67.650 pengawas TPS yang tersebar di seluruh wilayah Jatim. ”Hasil pemetaan tersebut akan menjadi dasar bagi seluruh pengawas dalam melakukan pemantauan selama masa pemungutan-penghitungan serta tahap selanjutnya,” kata Komisioner Bawaslu Jatim Aang Kunaifi kemarin (24/6).
Berdasar hasil pemetaan itu, Bawaslu dan panwaslu kabupaten/kota menemukan cukup banyak potensi persoalan selama masa coblosan dan penghitungan suara pilgub. Salah satu problem yang paling kompleks adalah data pemilih. Di antaranya, ditemukan masih ada pemilih yang memenuhi syarat, tapi tidak masuk daftar pemilih tetap (DPT) pilgub. Temuan itu tersebar di 36 kabupaten/kota. Yang paling banyak ada di Kabupaten Ponorogo (355 TPS), Kabupaten Malang (329 TPS), dan Kabupaten Lumajang (307 TPS).
Selain itu, ditemukan masih ada pemilih yang tak memenuhi syarat, tapi namanya masuk DPT di TPS. Penyebabnya beragam. Mulai karena data pemilih itu tidak valid hingga indikasi pemilih yang tak jelas keberadaannya. Temuan tersebut terjadi di 36 kabupaten itu. Terbanyak ada di Kabupaten Banyuwangi (885 TPS), Kabupaten Jember (688 TPS), dan Kabupaten Lamongan (ada 595 TPS). ”Sebagai antisipasi, seluruh pengawas akan berkoordinasi untuk menandai pemilih jenis ini agar tidak menggunakan hak pilih.”
Yang juga jadi temuan dalam pemetaan yang dilakukan Bawaslu dan panitia pengawas adalah teknis pelaksanaan coblosan di TPS. Salah satu yang jadi atensi ialah cukup banyaknya TPS yang diisi pemilih tambahan yang jumlahnya di atas 20 orang. Temuan itu terjadi di sejumlah kabupaten/kota. Di antaranya, Kabupaten Lamongan (582 TPS), Kabupaten Malang (66 TPS), dan Kabupaten Bojonegoro (45 TPS). ”Ini juga perlu diawasi. Sebab, dikhawatirkan, tambahan itu tak sebanding dengan jumlah logistik pemungutan suara,” katanya.
Selain itu, lembaga pengawas menemukan cukup banyak kabupaten/kota yang belum melaksanakan distribusi logistik coblosan ke panitia di tingkat desa/ kelurahan. Di antaranya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bojonegoro, Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Blitar, KotaMadiun,KabupatenMojokerto, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Pacitan.
Selain itu, sejumlah kabupaten/kota masih kekurangan surat suara dan formulir model C6-KWK alias surat pemberitahuan untuk pemilih. ”Karena itu, kita juga memberikan atensi soal ini,” ujar Aang.
Di luar problem teknis, lanjut dia, ada potensi pelanggaran yang bisa terjadi selama masa coblosan pilgub. Yang cukup mengejutkan adalah masih adanya potensi terjadi money politics. ”Termasuk upaya memengaruhi pemilih saat jelang melakukan pencoblosan di TPS,” ujar Aang.
Kesiapan penyelenggara pilgub, terutama di tingkat KPPS, juga menjadi atensi. Sebab, sampai saat ini masih ditemukan adanya penyelenggara yang belum siap 100 persen. ”Sebab, tidak semua panitia sudah mengikuti bimbingan teknis,” katanya.
Penggunaan E-KTP Pemilih yang kebetulan tidak memegang e-KTP saat pemungutan suara Rabu mendatang tidak perlu khawatir suaranya hilang. KPU memastikan bahwa para pemilih tetap bisa menggunakan hak pilihnya. Namun, bila punya e-KTP atau surat keterangan, pemilih diimbau tetap membawanya. Sebab, aturan resminya mengharuskan membawa kartu identitas tersebut.
Menjelang Idul Fitri lalu, tepatnya 8 Juni, KPU RI mengeluarkan surat edaran bagi KPU provinsi dan kabupaten/kota terkait pemilih yang tidak bisa menunjukkan e-KTP. Dalam surat edaran itu disebutkan, pemilih tetap wajib mengikuti ketentuan dalam PKPU 8/2018 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada 2018. Yakni, mereka mesti membawa formulir C6 dan e-KTP atau surat keterangan pengganti e-KTP.
Bila si pemilih tidak dapat menunjukkan e-KTP, barulah diskresi diberlakukan. ”Sepanjang nama kita sudah masuk DPT,” ujar Komisioner KPU Jawa Timur Choirul Anam saat dikonfirmasi. Diskresi tersebut dibuat setelah muncul berbagai persoalan di lapangan terkait kepemilikan e-KTP. Ada yang e-KTP-nya hilang, ada yang sedang menunggu penerbitan e-KTP tapi tidak diberi surat keterangan, hingga adanya persoalan pemilih di lapas.
Pemilih di lapas sempat terancam tidak bisa menggunakan hak pilih karena rata-rata tak membawa kartu identitas ke dalam penjara. Termasuk lapaslapas di Jawa Timur.
”Awalnya ada kekhawatiran akan menurunkan partisipasi karena tidak semua orang yang ke TPS itu lengkap membawa identitas,” lanjutnya.
Persoalan di lapas menjadi masalah nasional karena surat keterangan yang dikeluarkan kepala lapas tidak bisa menjadi identitas pengganti. Sehingga saat itu solusinya ialah meminta keluarga napi dan tahanan membawakan e-KTP ketika membesuk. Rupanya hal itu belum bisa tuntas menyelesaikan masalah. Sebab, beberapa lapas menggeser narapidananya ke lapas lain setelah mereka dicoklit.
Dengan adanya SE itu, kewajiban membawa e-KTP saat pemungutan suara menjadi lebih longgar. ”Dengan catatan, petugas KPPS memastikan bahwa yang bersangkutan sesuai antara C6 dan aslinya,” ucap mantan komisioner KPU Kota Surabaya tersebut. ”Bila dirasa meragukan, KPPS boleh meminta KTP. Jadi lebih memudahkan,” imbuh Anam.
Ketua KPU Arief Budiman menegaskan bahwa Surat Edaran (SE) Nomor 574 tentang Penyelenggaraan Pemungutan Suara Pemilihan 2018 telah memerinci tata cara dan mekanisme pemungutan suara.
Dalam poin dua terkait mekanisme pemungutan suara, KPU menjelaskan bahwa pemilih yang terdaftar dalam DPT wajib menunjukkan formulir C6-KWK dengan membawa KTP elektronik (e-KTP) atau surat keterangan (suket) telah melakukan perekaman e-KTP. ’’Ditunjukkan kepada petugas KPPS,’’ ujarnya.
Dalam hal pemilih yang terdaftar dalam DPT tetapi tidak memiliki e-KTP, Arief menegaskan yang bersangkutan tetap memiliki hak pilih. Demikian halnya jika tidak memegang KTP ataupun suket, tetap bisa menggunakan hak pilih. ’’Petugas KPPS cukup memastikan bahwa C6 yang dibawa telah sesuai digunakan oleh pemilih yang bersangkutan,’’ jelasnya.