Jawa Pos

Inilah Setan Merah yang Sebenarnya

-

JANOARY M. WIBOWO

Penulis Lepas, Tinggal di Cepu

SETAN Merah, merah menyala! Begitulah kata komentator pada akhir pertanding­an. Pada laga pertamanya melawan Panama, Setan Merah yang bukan Manchester United itu menang tiga gol tanpa balas. Lalu, melawan Tunisia, Setan Merah yang timnas Belgia itu juga menang dengan selisih tiga gol. 5-2, skor akhirnya.

Salah satu tim unggulan yang hingga saat ini terlihat bermain paling menjanjika­n. Produktif mencetak gol. Bersama Rusia, Belgia kini sama-sama sudah mencetak delapan gol. Keduanya juga menjadi tim yang berhasil mencetak selisih tiga gol ke gawang lawan.

(Kroasia yang menggundul­i Argentina 3-0 sebaiknya tidak masuk hitungan. Bagi para pendukung Argentina-nya Messi, pertanding­an itu masih terlampau menyakitka­n. Bolehlah dianggap hanya fiksi. Tak nyata. Meskipun tetap fakta.)

Sebagai pendukung Italia, saya sempat malas menonton Piala Dunia kali ini. Italia yang gagal lolos juga masih saya anggap fiksi terbesar. Melihat Buffon menangis membuat saya menangis. Saya pikir Piala Dunia Rusia kali ini bakal berjalan membosanka­n. Alih-alih, bola itu bulat. Hampir dua putaran fase grup sudah digelar, belum ada satu pun pertanding­an berakhir tanpa gol. Seru. Argentina terseok-seok, Jerman kalah, Romelu Lukaku menjadi top scorer sementara bersama Cristiano Ronaldo, dengan mencetak empat gol.

Sebagai pendukung Setan Merah Manchester United, saya memberanik­an diri pindah tim favorit mendukung Setan Merah Belgia. Kalau ada yang bilang saya fans karbitan, ganti-ganti tim favorit. Mudah, klub dengan negara itu beda. Meskipun, mereka samasama berjuluk Setan Merah.

Lagi pula, penyerang andalan keduanya sama, Romelu Lukaku. Tetapi, memang, kalau dilihat-lihat lagi, perbedaan antara Setan Merah Manchester United dan Belgia juga terletak di Big Rom Lukaku.

Di Manchester United, gaya permainan berpusat kepada Lukaku. Seluruh aliran bola diambulkan langsung ke Lukaku. Mourinho berharap, Lukaku menjadi satusatuny­a pemain yang menyerang, sepuluh sisanya ditujukan untuk bertahan. Manchester United sangat bergantung kepada Lukaku.

Di tim nasional Belgia, Lukaku lebih seperti keping teka-teki terakhir. Martinez memiliki skuad berisi pemain-pemain kreatif. Hazard, De Bruyne, dan Witsel seolah-olah hanya perlu berlarilar­i kecil di tengah untuk mememangi penguasaan bola. Umpanumpan pendek dan cepat dari kaki ke kaki seperti kesiur angin sebelum badai yang membuaikan. Ketiganya bisa langsung mengirimka­n umpan terobosan ke depan secara tiba-tiba, seperti kilat. Lukaku bakal menyongson­gnya dengan penyelesai­an akhir yang meluluhlan­takkan pertahanan lawan layaknya amuk badai. (Terlalu puitis ya? Bolehlah sekali-kali.)

Selain Big Rom Lukaku, pemain Setan Merah Manchester United yang bermain untuk tim nasional Belgia adalah Lord Fella dan Marouane Fellaini. Tinggi, besar, lamban, tapi berperan krusial dalam membantu pertahanan. Belum lagi gaya rambutnya, sudah pantas jika Lord Fella diibaratka­n sebagai pohon beringin yang menahan embusan angin dari seberang, melindungi desa yang dihuni Vertonghen, Boyata, dan Alderweire­ld. Thibault Courtois pun bisa ongkang-ongkang santai. Membuatnya tampak seperti penjaga gawang terbaik.

Omong-omong soal Courtois, saya ingin sekali menyaranka­n kepada Florentino Perez agar meminangny­a. Tapi, siapalah saya, hanya pendukung Setan Merah Manchester United yang tahu diri. Tahu bahwa De Gea, penjaga gawang incaran Florentino Perez, bagi Real Madrid, bermain biasa-biasa saja, cenderung buruk. Lagi pula, saya juga tidak punya kontak Perez.

Ke mana-mana, mending Courtois daripada De Gea yang pindah ke Real Madrid. Alasan saya bukan perkara sentimenti­l. Tapi, lihatlah jumlah kebobolan keduanya di Piala Dunia ini. De Gea sudah kebobolan empat gol dan Courtois baru dua gol dalam dua laga awalnya. De Gea membuat kesalahan layaknya penjaga gawang semenjana. Tendangan kaki kiri Ronaldo yang pelan itu lolos dari tangkapann­ya.

Sementara itu, dua gol yang membobol Courtois bukan kesalahann­ya sebagai penjaga gawang. Sekukuhkuk­uhnya penjaga gawang, dia pasti akan kebobolan. Apalagi kalau bek tengahnya menghilang dari jantung pertahanan.

Bukan Dedrick Boyata yang saya maksudkan. Dalam dua laga pertama, Boyata bermain apik mengisi posisi yang ditinggalk­an Vincent Kompany.

Nah, itu dia. Kelemahan pertahanan Belgia terletak pada kaptennya, Vincent Kompany. Mau 25 JUNI di klub Manchester City atau tim nasional Belgia, dia sama-sama bertindak sebagai kapten utama. Tapi, dia sering tidak berada di jantung pertahanan. Cedera inilah, cedera itulah. Ujung-ujungnya nanti di akhir turnamen, misalnya timnya juara, dia yang kali pertama akan mengangkat piala. Kapten kok mau enaknya aja.

Saya berbicara begitu bukan sebagai pendukung Setan Merah Manchester United. Rivalitas United-City tidak berpengaru­h pada Piala Dunia ini. Tapi, sebagai pendukung Setan Merah Belgia. Bayangkan, dengan adanya bek tengah seberpenga­laman dan seberkuali­tas Kompany, Belgia bakal menjadi Setan Merah yang sebenarnya. Gaya permainan dan komposisi pemain menjanjika­n.

Setidaknya lebih menjanjika­n ketimbang Jerman sebagai juara bertahan, atau Argentina yang punya Messi dan beberapa orang lari-lari di lapangan berseragam tim nasional Argentina. (*)

 ??  ??
 ??  ?? Oleh:
Oleh:

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia