Jawa Pos

Jawa Nyel Bisa, Modern pun ayo

-

Tidak mudah membawakan acara pernikahan, tapi yang kental dengan adat. Tak hanya harus bisa bicara dan membawakan acara, mereka juga mesti paham setiap detail prosesinya.

SAAT ditemui di kantornya yang berada di kawasan Kondominiu­m Regensi Kamis (21/6), Purwo Atmojo Agus Nugroho berpakaian seperti pegawai kantoran. Dia mengenakan kemeja batik bernuansa merah dan celana kain hitam. ’’Sebentar. Biar afdal, saya ganti beskap dulu,’’ celetuk Purwo saat menyambut kedatangan Jawa Pos.

Purwo piawai sebagai MC pernikahan tradisiona­l Jawa. Sejurus kemudian, penampilan­nya berubah seperti mau naik panggung buat nge-MC. Jarit batik mewah cokelat keemasan, beskap hitam yang ditancapi keris di bagian pinggul, dan belangkon terpasang rapi di kepala. Tampilan standar seperti itulah yang dikenakan Purwo ketika memandu acara dengan adat Jawa. Soal busana, salah satu trademark-nya lagi adalah setelan langenharj­an. ’’Saya sampai belajar ke sesepuh adat di Solo kalau soal busana. Soalnya, pakemnya harus tetap sesuai dengan adat Jawa. Tapi, saya mau yang stylish dan unik,’’ ungkapnya.

Langenharj­an memiliki ciri khas. Yakni, ada bentuk luaran berupa jas. ’’Jadi, ada kemejanya, rompi, dasi, dan jas. Motif kainnya juga bisa dimodifika­si. Kalau kata sesepuh di Solo, jika kala itu ada kain yang bagus, pasti keluarga keraton pakai yang premium to,’’ tuturnya.

Pakem busana yang menjadi penanda itu diimbangi karakter Purwo saat membawakan acara. Latar belakang sebagai dalang dan pemain seni musik karawitan yang dicintainy­a sejak kecil secara tidak langsung membangun diri Purwo saat ini. ’’Ayah juga pemain gambang. Jadi, saya dididik orang tua yang ada darah seni dan begitu mencintai kebudayaan,’’ katanya. Meski demikian, pria kelahiran Blitar, 24 Agustus 1968, tersebut juga mempunyai pembawaan yang fleksibel. ’’Kalau pengantin mau yang Jawa nyel, ya saya pakai nada dan suara dalang. Kalau mau adat tapi waktu resepsi modern, bisa juga disesuaika­n. Yang penting, prosesi adat tetap mengikuti pakem,’’ tambahnya.

Alumnus Sekolah Pawiyatan Omah Kuto yang sudah meniti karir sebagai MC selama tujuh tahun itu mengaku tak mau memaksa pengantin untuk mengikuti adat murni jika tak mampu.

Misalnya, adanya gending asli ketika prosesi panggih. ’’Kalau yang tidak bisa sediakan gamelan asli tapi tetap kepengen adat, kan ya kasihan jika dipaksa,’’ kata pria yang juga mendirikan Paguyuban Belangkon yang menaungi para pencinta seni karawitan tersebut.

Purwo yang dulu meniti karir sebagai MC di kampung-kampung kini menjadi langganan di banyak gedung pernikahan dan wedding organizer Surabaya. ’’Kuncinya mau belajar, kerja keras, dan cintai hobi,’’ ungkapnya.

 ??  ?? Purwo Atmojo Agus Nugroho
Purwo Atmojo Agus Nugroho

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia