Jawa Pos

Kondisi Danau Masih Misterius

Akibatkan Penanganan Bencana Tidak Maksimal

-

JAKARTA – Pemerintah sempat tergagap-gagap dalam pencarian korban tenggelamn­ya KM Sinar Bangun. Peralatan yang digunakan tidak cukup andal untuk menghadapi kedalaman Danau Toba yang mencapai 500 meter. Kondisi itu tidak lepas dari belum adanya pemetaan danau terbesar di Indonesia tersebut.

Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanograf­i TNI-AL (Kapushidro­sal) Laksamana Muda Harjo Susmoro menyatakan, insiden KM Sinar Bangun menjadi pelajaran bagi instansiny­a.

Ke depan, pemetaan Danau Toba seperti yang sudah mereka lakukan di wilayah laut Indonesia harus segera dilaksanak­an. ”Kami akan petakan kontur, kedalamann­ya (Danau Toba, Red),” katanya kemarin.

Selama ini, Pushidrosa­l memang lebih berfokus memetakan laut. Padahal, menurut Harjo, perairan danau yang luas juga penting untuk dipetakan. Setidaknya terjadi 12 kecelakaan di Danau Toba. Termasuk insiden helikopter jatuh di Danau Toba pada Oktober 2015. Tim penyelamat sulit menemukan helikopter dan kru karena petunjuk yang minim tentang danau itu.

Karena itu, apabila operasi pencarian korban hilang dan bangkai KM Sinar Bangun sudah selesai, Pushidrosa­l masih akan mempertaha­nkan personel dan peralatan di Danau Toba. ”Sehingga kami akan tahu posisi riil (Danau Toba, Red),” papar Harjo.

Untuk memetakan salah satu danau terluas di Asia Tenggara itu, Harjo memperkira­kan timnya butuh waktu dua sampai tiga bulan. Namun, semua bergantung alat, situasi, dan kondisi di lapangan.

”Memang untuk memetakan itu harus dihitung secara cermat,” ujarnya. Meski fokus pekerjaan mereka saat ini memetakan laut, pemetaan Danau Toba juga bakal menjadi prioritas.

Saking luasnya Danau Toba, hampir 1.200 km persegi, ombak di sana mirip laut. Saat KM Sinar Bangun tenggelam pada 18 Juni lalu, cuaca sedang buruk karena sirkulasi siklon yang terbentuk di pantai barat Sumatera. Kondisi itu mengakibat­kan ketinggian gelombang di sana mencapai 2 meter.

Sementara itu, peneliti di Pusat Penelitian Limnologi LIPI Arianto Budi Santoso membenarka­n bahwa penelitian tentang kondisi Danau Toba masih minim. Pada 2017, baru dilakukan survei awal tentang suhu hingga kadar oksigen danau tersebut.

”Beberapa meter dari bibir pantai itu mungkin kedalamann­ya sudah 20 meter lebih. Agak jauh sedikit sudah 100 meteran lebih, bahkan 200–400 meter, memang dalam sekali,” ulas Arianto kemarin (24/6).

Doktor alumnus The University of Waikato, Selandia Baru, itu mengungkap­kan, pada kedalaman 10 hingga 12 meter, danau masih dapat ditembus cahaya matahari. Nilai tersebut adalah hasil pengukuran alat yang dia pakai. ”Hanya 1 persen cahaya matahari di permukaan yang dapat menembus kedalaman tersebut,” ujar dia.

Suhu air danau itu 23 hingga 24 derajat Celsius. Sedangkan suhu di permukaan sekitar 25 derajat Celsius. Menurut dia, kondisi cuaca tersebut umum ditemui pada danau-danau di Indonesia atau wilayah tropis.

Hidrogeolo­g ITB Lambok Hutasoit menuturkan, saat ini belum ada pemetaan yang benarbenar detail tentang kondisi Danau Toba. Mulai arus laut hingga kondisi angin di sekitar danau. ”Belum rinci diteliti, diselidiki itu. Kemudian, arusnya harusnya diketahui ke manamana. Belum banyak diselidiki, anginnya gimana, meteorolog­i bagaimana di sana,” ujar dia.

 ?? EDI SARAGIH/METRO SIANTAR/JPG ?? KEKUATAN PENUH: Helikopter Basarnas dikerahkan ke Danau Toba untuk mencari korban KM Sinar Bangun.
EDI SARAGIH/METRO SIANTAR/JPG KEKUATAN PENUH: Helikopter Basarnas dikerahkan ke Danau Toba untuk mencari korban KM Sinar Bangun.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia